Pemerkosa Santri Herry Wiryawan Dihukum Mati, Kemenag: Ini Bisa Menjadi Efek Jera
Herry Wiryawan divonis mati--
RAKYATCIREBON.ID, JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) merespons putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan kasasi terdakwa kasus pemerkosaan belasan santriwati, Herry Wirawan yang dijatuhi hukuman mati.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono Abdul Ghafur, berharap vonis hukuman mati untuk terdakwa pemerkosa santriwati itu menjadi pelajaran agar kasus serupa tidak terulang.
"Hukuman untuk Herry Wirawan semoga menjadi pelajaran berharga sehingga kejadian yang sejenis tidak terulang," kata Waryono melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (3/1).
Dia menilai vonis mati yang telah dijatuhkan sampai pada tingkat kasasi di MA terhadap pemerkosa santriwati itu sebagai ketegasan hakim dan keteguhan penegak hukum.
BACA JUGA: FIFA Minta Semua Negara Punya Stadion Pele, Termasuk Indonesia
Vonis tersebut juga mengingatkan kepada semua pihak agar tidak melakukan kejahatan kemanusiaan, termasuk tindak asusila di lembaga pendidikan.
"Ini bisa memberikan efek jera," kata Waryono.
Waryono menyebut kasus Herry Wirawan terjadi sebelum terbitnya Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.
Kemenag saat ini sudah mempunyai regulasi yang mengatur upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lembaga pendidikan.
"SOP atas regulasi ini sudah hampir jadi. Kami berharap penerapan regulasi ini akan bisa menekan terjadinya potensi tindak kekerasan seksual di lembaga pendidikan," tuturnya.
Pejabat Kemenag Waryono berkata begini soal vonis mati untuk Herry Wirawan pemerkosa santriwati di Bandung, Jawa Barat.
Kemenag juga akan terus menyosialisasikan PMA 73/2022 kepada seluruh satuan pendidikan yang berada di bawah naungannya.
BACA JUGA: 2024, Prabowo akan Jadi Seperti Anwar Ibrahim, Jadi Presiden di Masa Tua
Satuan pendidikan itu mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, serta meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.
"Ini akan kami sosialisasikan agar lembaga pendidikan dapat memberikan pemahaman bahwa kejahatan seksual adalah kejahatan kemanusiaan," kata dia.(antara/jpnn/rakcer)
Sumber: