Mahasiswa SPI UIN Siber Cirebon Teliti Kesenian Sintren di Sanggar Seni Kencana Ungu

Mahasiswa SPI UIN Siber Cirebon Teliti Kesenian Sintren di Sanggar Seni Kencana Ungu

REGENERASI. Salah satu pelestari tari tradisional, P Panji Jaya Prawirakusuma mengatakan, meski sudah mashur di Cirebon keberlangsungan dan kelestarian tari sintren butuh regenerasi. FOTO : SUWANDI/RAKYAT CIREBON--

CIREBON - Tari sintren atau lais dikenal sebagai kesenian tari tradisional masyarakat suku Jawa. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat seperti Indramayu, Cirebon, Subang utara, Majalengka, dan bagian barat Jawa Tengah, antara lain di Pekalongan, Brebes, Pemalang, Tegal. 

Kesenian sintren identik dengan aroma magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandana. Sulandana merupakan putra Ki Bahurekso Bupati Kendal yang pertama, hasil perkawinannya dengan Dewi Rantamsari yang dijuluki Dewi Lanjar. 

Raden Sulandana memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki Bahurekso, akhirnya Raden Sulandana pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi penari.

Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih, pada saat itu pula Raden Sulandana yang sedang bertapa dipanggil oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan di antara Sulasih dan Raden Sulandana.

Sejak saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren sang penari pasti dimasuki roh bidadari oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari masih dalam keadaan suci (perawan). 

Sintren juga mempunyai keunikan tersendiri yaitu terlihat dari panggung alat-alat musiknya yang terbuat dari tembikar atau gembyung dan kipas dari bambu yang ketika ditabuh dengan cara tertentu menimbulkan suara yang khas.

Di Cirebon, sintren masih dipentaskan dalam berbagai acara. Karena unik dan menjadi ciri khas kota wali selain tari topeng yang sudah kondang di mata masyatakat. 

Salah satu pelestari tari tradisional, P Panji Jaya Prawirakusuma mengatakan, meski sudah mashur di Cirebon keberlangsungan dan kelestarian tari sintren butuh regenerasi. Baik regenerasi praktisi maupun pengkaji sejarah dan maknanya.

"Tari sintren ini salah satu tari yang berkembang di Cirebon yang perlu dilestarikan dan dikembangkan ya," ujar P Panji kepada Rakyat Cirebon, akhir pekan lalu.

Dari kalangan praktisi, para budayawan dan seniman Cirebon telah banyak melahirkan generasi muda penari sintren. Sementara regenerasi pengkajian mengenai sintren dilakukan oleh kampus-kampus. 

Salah satunya oleh mahasiswa Sejarah Peradaban Islam (SPI) Fakultas Ushuluddin dan Adab UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, Naila Rahmah. Dia sedang meneliti sintren di Sanggar Seni Tari Kencana Ungu milik P Panji. 

Keterlibatan Naila dalam penelitian mengenai sintren tersebut guna penyusunan skripsi yang berjudul Perkembangan Pelestarian Seni Tari Sintren di Sanggar Seni Kencana Ungu Mertasinga Cirebon. (wan)

Sumber: