Jari Tangan Petani Tak Lelah Melawan Ancaman Sumber Pangan di Lumbung Padi

Jari Tangan Petani Tak Lelah Melawan Ancaman Sumber Pangan di Lumbung Padi

TRIK. Petani Poktan Sri Trusmi Satu memasang perangkap tikus berteknologi ramah lingkungan dan ekonomis. FOTO: TARDIARTO AZZA--

INDRAMAYU - Hingga saat ini, Kabupaten Indramayu masih menjadi lumbung padi terbesar di Jawa Barat dan menopang ketahanan pangan nasional. Namun dalam produksinya, para petani bukan berarti tidak dihadapkan pada beragam kendala dan ancaman yang bisa mengakibatkan kerugian dimasa tanam bahkan gagal panen.

Tak hanya faktor kekurangan pupuk dan pasokan air, berbagai jenis hama selalu menjadi ancaman khususnya bagi tanaman padi. Dominasi terbesar jenis hama yang sangat mengancam produksi padi adalah hewan pengerat dengan nama ilmiah Rattus Argentiventer, atau yang disebut tikus.

Untuk mengendalikan salah satu hama sawah ini, sebagian petani menggunakan trik khusus. Langkah ini agar sumber pangan yang diproduksi tetap terjaga dari semai hingga panen.

Berbagai upaya penanggulangan hama meresahkan yang sangat merajalela dan berpotensi merugikan itu selalu dilakukan. Mulai dari cara-cara tradisional, penggunaan obat-obatan kimia, hingga jebakan aliran listrik.

Petani yang tergabung dalam Kelompok Tani (Poktan) Sri Trusmi Satu di Desa Kedokanbunder Wetan, Kecamatan Kedokanbunder, Kabupaten Indramayu menerapkan beberapa pola penanggulangan. Dalam implementasinya berupaya mengedepankan pengamanan produksi dari gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) secara ramah lingkungan menggunakan teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

Ketua Poktan Sri Trusmi Satu, Waklan mengatakan, bibit unggul, ketersediaan pupuk dan obat-obatan, serta pasokan air belum cukup untuk memenuhi kebutuhan selama masa produksi.

Serangan hama tikus selalu mengancam produktivitas tanaman padi. Para petani pun melakukan penanggulangan dengan cara-cara tradisional mulai dari penggunaan racun, pengasapan liang tikus, hingga cara lain yang tidak ramah lingkungan.

Bahkan sering pula membakar tempat-tempat yang dianggap menjadi sarang tikus. Dan beberapa tahun terakhir mayoritas petani menggunakan perangkap kawat yang dialiri listrik. "Penanggulangannya tidak ramah lingkungan, apalagi yang membakar sarang dan memasang setrum listrik itu, sangat membahayakan. Pakai setrum listrik itu sudah banyak korbannya," kata dia saat ditemui di kediamannya, Senin (14/10/2024).

Waklan bersama anggota kelompoknya terus memutar otak hingga didapatnya sebuah trik, untuk menjaga sumber pangan di lumbung padi dari dominasi serangan hama tikus. Berbagai upaya yang dilakukan itu terangkum dalam program Kerja Tani Berdikari dan Ketahanan Pangan, atau yang disingkat Jari Tangan.

"Di kelompok kami juga awalnya ikut menggunakan perangkap setrum listrik menggunakan genset, tapi sangat bahaya untuk petani. Sudah banyak yang kesetrum, meninggal. Kemudian di kelompok kami ada ide membuat alat dengan teknologi ramah lingkungan," jelas pria kelahiran 1977 ini.

Teknologi ramah lingkungan tersebut berupa perangkap tikus yang diberi nama 'bubu'. Penerapannya baru dimulai awal musim tanam tahun 2024. Metodenya dua, Trap Barrier System (TBS) dan Linear Trap Barrier System (LTBS). Keduanya memanfaatkan juga komponen berupa pagar plastik semai.

Metode TBS, perangkapnya dipasang selama masa semai. Sedangkan LTBS, perangkapnya digunakan hingga masa panen dan bisa dipindahkan jika sudah banyak populasi yang didapatkan. Alat ini dilengkapi pintu masuk, tapi mustahil tikus bisa keluar jika sudah masuk perangkap.

Perangkap berukuran panjang 45 sentimeter, lebar 20 sentimeter, dan tinggi 20 sentimeter itu dirakit secara khusus. Biaya untuk bahan baku dan produksinya terbilang sangat ekonomis, per unitnya sekitar Rp100 ribuan.

Hasil dari penggunaan bubu tersebut mampu mendapatkan 20 ekor tikus dalam semalam. Rata-ratanya antara 8 hingga 12 ekor. "Radius antar bubu sekitar 20 meter. Sangat efisien dan efektif. Tikus yang masuk perangkap kalau sudah mati dikubur, tidak dibuang sembarangan," sebut bapak 3 anak ini.

Sumber: