Sarasehan Pencak Silat, Miing Bagito: Politik Anggaran Lemah, Kebudayaan Seperti Kerupuk di Menu Utama

Sarasehan Pencak Silat, Miing Bagito: Politik Anggaran Lemah, Kebudayaan Seperti Kerupuk di Menu Utama

KEBUDAYAAN. Tubagus Dedy Gumelar atau Miing Bagito menjadi pembicara utama dalam sarasehan pencak silat di Padepokan Kang Oeblet di Desa Sukamukti Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan.--

RAKCER.DISWAY, KUNINGAN - Padepokan Bumi Seni Kang Oeblet, Desa Sukamukti Kecamatan Jalaksana bekerja sama dengan IPSI dan PPSI Kuningan menggelar festival ibing pencak silat, Minggu 27 Oktober 2024.

 

Salah satu agenda dalam kegiatan tersebut adalah Sarasehan Pencak Silat, yang menghadirkan narasumber Tubagus Dedy Gumelar atau Miing Bagito dan tokoh budaya Kuningan, Mang Jaya.

 

Mang Jaya dalam sarasehan menegaskan bahwa masih banyak yang mencintai pencak silat, bahkan saat dirinya mendongeng cerita tentang silat sangat banyak yang antusias dan mendengarkan.

 

BACA JUGA:Murni Pelestarian Budaya, Rhytm of The Forest dan Ibing Pencak Silat Tidak Terafiliasi Calon Bupati Manapun

 

"Ini menandakan bahwa pencak silat masih bisa berkembang, tinggal tugas para inohong menggali potensinya," ujar Mang Jaya.

 

Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Kuningan, Hermawan MSi menambahkan, pihaknya akan mengakomodasi paguron-paguron yang belum menjadi anggota IPSI yang maksud utamanya adalah bagian upaya melestarikan budaya.

 

“IPSI saat ini sedang berupaya agar pencak silat masuk ke sekolah-sekolah, yang sejalan dengan program pemerintah Kabupaten Kuningan yakni muatan lokal atau mulok Gunung Ciremai,” terang Hermawan.

 

Hal senada disampaikan Ketua Persatuan Pencak Silat Indonesia (PPSI) Kuningan, M Ali Subhan. Menurutnya, pembinaan pencak silat di Kabupaten Kuningan sudah berjalan lama, bahkan beberapa tahun yang lalu jumlah paguron yang aktif sekitar 75 paguron.

 

“Melestarikan budaya khususnya pencak silat menjadi tugas kita Bersama, termasuk menggandeng pemerintah untuk melestarikan pencak silat. Bukan menafikan olahraga lain, tapi jangan sampai pencak silat jadi asing di negara sendiri,” tandas Subhan.

 

BACA JUGA:Pengurus IPSI 2024-2028 Dilantik, Ketua KONI Minta Pencak Silat Jadi Cabor Unggulan

 

Sementara pembicara utama, Tubagus Dedy Gumelar atau yang lebih dikenal Miing Bagito mengatakan dia sengaja meminta ke kang Oeblet untuk gelar sarasehan dengan tujuan jangan sampai budaya ditinggalkan.

 

Miing juga mengaku bangga dengan kegiatan ikhtiar budaya yang menurutnya merupakan perintah Allah, karena tugas manusia hanya ikhtiar dan tawakal.

 

“Budaya mulai ditinggalkan karena miskinnya pola Pendidikan, tidak ada bangsa yang maju yang tidak berkebudayaan khususnya Indonesia melalui pencak silat,” ujar mantan Anggota Komisi X DPR RI tersebut.

 

Kebudayaan menurut Miing bisa terkikis Ketika kebijakan para pemangku kepentingan yang tidak memahami paradigma budaya. Parahnya, orang Indonesia ketika mendengar kebudayaan hanya fokus ke kesenian padahal bukan hanya itu.

 

Budaya menurut Miing sudah ada sejak agama belum ada, sehingga menurutnya harus diluruskan bahwa kebudayaan adalah cara berpikir atau pola pendidikan. Dia mengutip pernyataan Ki Hajar Dewantara, bahwa tujuan Pendidikan adalah mencerdaskan bangsa dan mencetak watak atau akhlak.

 

Miing mengibaratkan dari rezim ke rezim kebudayaan hanya dianggap sebagai kerupuk dalam main course atau hidangan utama dalam sebuah suguhan.

 

BACA JUGA: Ruben Amorim Buka Suara Terkait Rumor Kepindahannya ke Manchester United

 

Padahal Unesco sejak tahun 2019 sudah mengakui pencak silat sebagai budaya tak benda asli Indonesia. Lalu apakah pengakuan itu malah akan ditinggalkan?

 

Terkait pencak silat, Miing menegaskan memiliki dua unsur yakni Gerakan dan mental, yang puncaknya adalah tidam menganggap remeh orang lain atau soprtivitas. Sportivitas berarti kejujuran dan kejujuran terkait erat dengan akhlak.

 

“Mata pelajaran yang membimbing watak anak hanya olahraga dan kesenian, salah satunya pencak silat. Dengan pencak silat anak berlatih jujur dan melatih akhlak yang baik,” tegas Miing.

 

Agar budaya bertahan, Miing meminta para pemangku kebijakan harus melek kebudayaan. Kebudayaan menurutnya sama pentingnya dengan alutsista, Ketika budaya tidak kuat maka negara pun semakin lemah.

 

Miing juga menyoroti akulturasi budaya yang menurutnya juga penting, tapi dasar budaya negara sendiri harus dipertahankan. Jika orang mengerti budaya, dia akan mengerti mana uang pribadi mana uang negara.

 

“Everything begin at home, yang penting adalah akhlak anak. Tugas ke depan adalah kampanye ke setiap sekolah, karang taruna untuk melestarikan pencak silat,” sambung pria kelahiran Banten tersebut.

 

BACA JUGA: Pelaku Kasus Pelecehan Seksual oleh Oknum PPK di Kuningan belum Ditetapkan jadi Tersangka

 

Menurutnya, politik anggaran untuk kebudayaan juga lemah. Dia mencontohkan Amerika kalah perang di Vietnam, tapi melalui budaya khususnya film, dunia seolah tahu bahwa Amerika yang menang.

 

Di akhir sarasehan, Miing sepakat pencak silat harus dilestarikan dibanding mengejar dan melestarikan budaya orang lain. Semua pihak harus sadar, karena kunci kebudayaan adalah kesadaran.

 

Dia juga akan berupaya menagih ke anggota DPR untuk mengupayakan politik anggaran pro kebudayaan. Dia Kembali menegaskan bahwa budaya adalah salah satu alat ketahanan bangsa, instrumennya adalah kesenian dan salah satunya adalah pencak silat

 

“Pencak silat hakikatnya membela diri dari nafsu diri pribadi, namun yang menyedihkan dari anggaran pendidikan 98 triliun tapi untuk budaya hanya 1,7 triliun,” pungkasnya. *

Sumber: