Membaca sebagai Jalan Peradaban Bangsa, Refleksi Hari Buku Nasional 2025

Membaca sebagai Jalan Peradaban Bangsa, Refleksi Hari Buku Nasional 2025

Founder Harmoni Anak Negeri, Lanlan Muhria--

CIREBON - Hari Buku Nasional yang diperingati setiap 17 Mei tidak hanya sekadar menjadi seremoni tahunan, tetapi juga merupakan cermin bagi bangsa Indonesia.

Hari dimaksud, menjadi refleksi mendalam tentang kemajuan dan tantangan yang dihadapi dalam membangun budaya literasi bangsa.

Di tengah derasnya arus teknologi digital dan transformasi sosial yang pesat, buku -baik dalam bentuk fisik maupun digital - tetap menjadi fondasi peradaban; alat yang memungkinkan bangsa ini memahami masa lalu, mengelola masa kini, dan merancang masa depan.

BACA JUGA:Menikmati Perjalanan Kereta Api di Daop 3 Cirebon dengan Pariwisata Jawa Barat yang Kaya Budaya dan Alam

Momentum hari ini, sejatinya mengingatkan kita sebagai genrasi bangsa untuk secara sadar meningkatkan kegemaran warga negara untuk membaca.

Hal ini tentu sebagaimana tujuan awal lahirnya Hari Buku Nasional yang digagas oleh Abdul Malik Fadjar, Menteri Pendidikan Nasional era Kabinet Gotong Royong.

Tentu, upaya ini menjadi suatu simbol upaya sistematis untuk meletakkan literasi sebagai pilar utama pembangunan bangsa.

Data terbaru hasil kajian Perpustakaan Indonesia menunjukkan bahwa tingkat gemar membaca masyarakat Indonesia dalam kategori sedang, walaupun tetap menunjukkan peningkatan jika dibandingkan tahun sebelumnya.

BACA JUGA:Nama Bale Jaya Dewata Tuai Kontroversi di Kalangan Budayawan Cirebon, Nyai Subang Larang Jadi Rekomendasi Nama

Pada 2023, Indeks Kegemaran Membaca (IKM) Indonesia mencapai skor 66,70, naik menjadi 72,44% di tahun 2024.

Peningkatan kegemaran membaca masyarakat Indonesia naik seiring dengan naiknya Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM).

Hal ini bisa dibaca pada nilai IPLM tahun 2024 sebesar 73,52 atau naik sebesar 5,9% dibandingkan tahun 2023 yaitu 69,42.

Namun demikian, laporan UNESCO yang menempatkan Indonesia pada peringkat 60 dari 61 negara dalam literasi global, masih menjadi alarm keras bagi kita.

Ini menunjukkan bahwa tantangan kita dalam menciptakan budaya literasi yang kuat masih sangat besar.

Sumber: