Membaca sebagai Jalan Peradaban Bangsa, Refleksi Hari Buku Nasional 2025

Membaca sebagai Jalan Peradaban Bangsa, Refleksi Hari Buku Nasional 2025

Founder Harmoni Anak Negeri, Lanlan Muhria--

BACA JUGA:IPSI Kabupaten Cirebon Bidik Tiga Emas di Porprov Jabar 2026

Hari-hari ini, kita hidup di masa penuh paradoks, kemudahan akses terhadap buku melalui berbagai platform seperti iPusnas, Gramedia Digital, dan Google Books memungkinkan siapa saja untuk membaca ribuan judul hanya dengan menggunakan perangkat genggam.

Namun, tantangan baru muncul bersamaan dengan peluang tersebut. Derasnya arus konten instan, seperti video pendek, meme, dan informasi kilat di TikTok, Instagram, serta YouTube, berpotensi merusak kedalaman berpikir yang seharusnya diasah melalui kebiasaan membaca yang mendalam.

Meski demikian, teknologi juga bisa menjadi kendaraan utama dalam gerakan literasi baru, jika kita mampu mengelolanya dengan bijak.

Artinya bahwa digitalisasi dan budaya membaca bukanlah dua kutub yang bertentangan, melainkan bisa saling memperkuat satu sama lain.

BACA JUGA:Pemkot Cirebon akan Undang Pedagang Bantaran Sungai Sukalila Cirebon untuk Rapat Koordinasi

Meski optimisme tumbuh, kenyataan lapangan menunjukkan bahwa sejumlah tantangan besar masih mengancam masa depan literasi Indonesia.

Tantangan yang sekaligus dapat dimaknai sebagai ancaman tersebut misalnya berkaitan dengan ketimpangan akses buku, terlebih di daerah-daerah tertinggal yang masih sulit mendapatkan buku berkualitas, baik secara fisik maupun digital.

Berikutnya adalah rendahnya budaya membaca. Hasil survei nasional 2024 menemukan bahwa hanya 22% rumah tangga di Indonesia yang memiliki lebih dari 10 buku bacaan non-pelajaran.

Hal ini menunjukkan adanya disparitas antara potensi yang dapat dicapai dan kenyataan yang ada di masyarakat, terutama terkait akses buku bacaan dan budaya membaca di rumah. 

BACA JUGA:DPRD Kota Cirebon Sampaikan Rekomendasi LKPj Walikota Cirebon Tahun 2024 di Rapat Paripurna

Di tengah dinamika zaman yang serba cepat melalui perangkat digital, tentunya solusi literasi di Indonesia harus bersifat komprehensif dan menyeluruh.

Anak-anak harus diajarkan untuk tidak hanya membaca teks panjang, tetapi juga untuk memilah, mengkritisi, dan menilai kredibilitas informasi di media digital.

Mengapa demikian? Karena membaca tidak hanya membuka wawasan, tetapi juga membentuk karakter bangsa yang kritis, mandiri, dan inovatif.

Keterampilan literasi, termasuk literasi informasi, digital, dan media, adalah syarat utama bagi bangsa yang ingin unggul di kompetisi global saat ini.

Sumber: