24 Desa Ajukan Zona Tradisional Ciremai
RAKYATCIREBON.ID, KUNINGAN - Sebanyak 24 desa penyangga yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Ciremai, mengajukan dibukanya akses bagi masyarakat sekitar, untuk pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu atau HHBK. Sekaligus mendukung dibukanya Zona Tradisional demi kesejahteraan masyarakat di Kuningan maupun Majalengka.
Zona Tradisional di kawasan Taman Nasional memungkinkan warga sekitar untuk merasakan manfaat dari kawasan hutan secara legal. Menurut penuturan penduduk asli di sekitar Ciremai, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, pernah dialami para pendahulu mereka, jauh sebelum dibentuknya TNGC.
Mengutip Permenhut Nomor P.56/Menhut II/2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional Menteri Kehutanan, zona tradisional merupakan bagian dari Taman Nasional, yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat. Karena kesejarahan mempunyai ketergantungan dengan sumber daya alam.
Kemudian, 24 Kepala Desa dan Kelompok Tani Hutan (KTH) yang tergabung dalam Paguyuban Silihwangi Majakuning, berdiskusi di Desa Wisata Cibuntu Kecamatan Pasawahan. Mereka juga berbagi sejarah pemanfaatan hutan di desa masing-masing, hingga menegaskan pernyataan sikap.
Ketua Paguyuban Silihwangi Majakuning, Eddy Syukur menjelaskan, pada pertemuan ini, masing-masing desa menyampaikan aspirasi masyarakat.
\"Dulu sebelum dikelola Taman Nasional, dikelola Perum Perhutani. Memiliki program kemitraan bersama masyarakat dengan pola PHBM, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Saat itu, warga dapat menanam tanaman HHBK. Di antaranya kopi, alpukat, durian, nangka, petai, ada jengkol,\" jelas Edi.
Pertemuan ini diharapkan menjadi penguatan kelembagaan masyarakat dan manifestasi kedaulatan pengelolaan Hutan Taman Nasional Gunung Ciremai (HTNGC).
Menurut Edi, ada lima poin kesepakatan dalam pertemuan tersebut. Pertama, menyatakan bahwa pemerintahan desa atas nama masyarakatnya sudah mengajukan usulan dibukanya zona tradisional di Gunung Ciremai kepada Kepala Balai TNGC.
Kedua, memohon kepada kepala balai TNGC dan Dirjen KSDAE untuk memproses perubahan zonasi, sehingga pengelolaan TNGC akan lebih optimal dengan adanya kolaborasi kemitraan yang kompreshensif dengan masyarakat penyangga dan pemerintah desa.
Ketiga, mendesak Balai TNGC mengutamakan keinginan dan usulan masyarakat desa penyangga Gunung Ciremai.
Keempat, proposal kemitraan konservasi berupa pemungutan HHBK agar segera ditindaklanjuti dengan Perjanjian Kerja Sama. Dan para kepala desa akan mengawal dengan maksimal proses ini.
Kelima, mendukung sepenuhnya kepala Balai TNGC beserta jajaran, untuk melaksanakan kebijakan serta program balai TNGC untuk terciptanya tata kelola kawasan yang ideal. Sehingga hutan lestari masyarakat lebih sejahtera.
Sementara itu, Kuwu Desa Cibuntu Kecamatan Pasawahan, H Awang menyatakan bila melihat ke belakang, masyarakat takut bila memasuki kawasan TNGC. Karena tidak diperbolehkan. Karena itu, pihaknya melakukan perlawan. Karena tinggal di gunung, pasti hidup dari gunung. Begitu pun masyarakat pesisir hidupnya dari laut.
Di tempat yang sama, Kuwu Desa Trijaya Kecamatan Mandirancan, Wihanto mengatakan, masyarakat Trijaya khususnya, akan lebih meningkatkan upaya menjaga dan melestarikan hutan, bila masyarakatnya dapat melakukan aktivitas penyadapan pinus. (bud)
Sumber: