Sudah 16 Tahun, Atasan Saya Hanya Tuhan

Sudah 16 Tahun, Atasan Saya Hanya Tuhan

Oleh Dr Aqua Dwipayana

PADA Jumat, 30 September 2005, tepat 16 tahun lalu merupakan hari yang sangat bersejarah buat saya. Setelah sekitar 17 tahun bekerja di sembilan perusahaan yang berbeda-beda, akhirnya saya putuskan untuk berhenti jadi karyawan. Atasan satu-satunya hanyalah Tuhan.

Sebelumnya setiap saya pindah kerja dari satu perusahaan yang ke perusahaan lain - mulai 27 Desember 1988 sampai 2 Januari 1995 - selalu ada saja teman-teman yang menunjukkan empati tapi sekaligus terkesan menakut-nakuti.

Mereka mengatakan kalau saya tidak lagi bekerja di perusahaan, salah satu contohnya sebagai wartawan, tidak akan dihargai oleh orang lain. Sehingga disarankan tetap menjalani pekerjaan semula dan tidak pindah kerja.

Menyimak semua yang disampaikan teman-teman tersebut, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar. Itu sebagai bukti nyata perhatian mereka yang besar kepada saya. Alhamdulillah...

Saya sampaikan, walau tidak ada seorang pun di dunia ini yang menghargai saya karena tidak lagi bekerja di tempat semula, bagi saya sama sekali tidak ada masalah. Hal itu tidak saya pikirkan, apalagi sampai dipusingkan.

Bagi saya yang terpenting mendapatkan penghargaan dari Tuhan. Itu yang paling utama dan selalu berusaha secara maksimal saya upayakan untuk mendapatkannya.

Untuk apa semua orang di dunia ini menghargai kita. Bahkan sampai ada yang memberi penghargaan itu dengan cara membungkukkan badannya dan mencium tangan, tapi Tuhan sama sekali tidak menghargai kita. Alangkah menyakitkan sekali kalau hal ini sampai terjadi.

Menurut saya, seseorang dihargai oleh orang lain bukanlah karena pangkat dan jabatannya. Juga tidak karena kecerdasan, kekayaaan, wajah, dan berbagai hal yang terkait dengan duniawi.

Penghargaan itu diperoleh karena dua hal. Pertama bagaimana kita menghargai diri kita sendiri. Salah satu caranya dengan tidak mengucapkan kata \"hanya\" saat mengenalkan diri kepada orang lain. Misalnya, \"Saya hanya seorang karyawan\". Atau \"Saya hanya seorang pegawai rendahan di kantor itu\".

Begitu mengucapkan kata \"hanya\" itu menunjukkan sama sekali tidak mensyukuri amanah yang telah diberikan Tuhan kepada dirinya. Juga tidak menghargai dirinya. Dengan begitu sampai kapan pun tidak akan ada orang yang menghargainya.

Bagaimana orang lain mau menghargainya, sedangkan dia tidak menghargai dirinya. Untuk itu selalulah menghargai diri sendiri secara profesional dan proporsional. Tidak berlebih-lebihan.

Kedua bagaimana menghargai orang lain. Ketika kita menghargai siapa pun juga, dia pasti melakukan hal serupa kepada kita. Itu sudah hukum alam.

Jadi hargai dulu orang lain secara profesional dan proporsional. Setelah itu baru mendapatkan penghargaan serupa bahkan lebih dari orang yang dihargai tersebut.

Sumber: