Harga Cabai Terjun, Petani Rugi Besar

Harga Cabai Terjun, Petani Rugi Besar

RAKYATCIREBON.ID - Sejumlah petani cabai merah di Kecamatan Argapura mengeluhkan harga cabai merah dan cabai rawit yang terus merosot. Imbasnya, para petani mengalami kerugian besar.

Sebagian petani bahkan membiarkan cabainya mengering di pohon tidak dipanen, dengan alasan jika dipanen tingkat kerugian akan lebih besar. Dadi, petani cabai di Desa Argalingga, Kecamatan Argapura mengatakan, harga jual cabai merah di tingkat petani hanya Rp5.500 hingga Rp6.000 per kg.

Sementara biaya petik mencapai Rp50.000 setengah hari dan setiap pekerja hanya mampu memetik cabai di bawah 8 kg.

Ade petani di Sukadana, Kecamatan Argapura mengatakan, harga cabai keriting merah miliknya hanya diterima Rp5.000 di tingkat Bandar. Kemudian cablak atau cengek acung (cabai rawit cablak) hanya dijual Rp4.000 per kg.

“Murah sekarang mah, jadi harus dipanen sendiri. Kalau cabai merah tanjung masih lebih mahal dibanding cabai merah biasa, selisihnya mencapai Rp5.000. Cabai merah biasa Rp5.500 per kg, kalau cabai merah tanjung bisa mencapai Rp11.000. Sayangnya saya menanam cabai keriting,” ujar Ade, kemarin.

Asep Surahmat yang bertani di Desa Sukasari, Kecamatan Argapura berupaya memanen aneka sayuran miliknya di kebun dan membagikannya ke tetangganya di Blok Giriasih, Komplek KPU Majalengka.

Cabai, kiciwis, labu siam, pecay dan sejumlah jenis sayuran lainnya dipanen kemudian dikemas plastik dan dibagikan. “Daripada dijual rugi, mending dibagikan jadi amal,” katanya.

Menurutnya, bukan hanya cabai merah atau cabai domba (cengek domba) yang harganya murah. Namun hampir semua jenis sayuran termasuk pecay yang harganya hanya Rp2.000 per kg. Labu siam kecil pun harganya hanya Rp2.500 per kg, ukuran besar hanya Rp1.000 per kg.

“Covid-19 berpengaruh besar terhadap harga sayuran. Menjelang bulan Hapit, Rayagung hingga Suro harga sayuran terdongkrak karena banyak yang hajatan. Sekarang sejak pandemi hajatan tidak ada, dampaknya harga cabai pun murah. Sementara petani biasanya menanam cabai untuk dipanen pada puncak bulan rayagung. Mengejar tingginya kebutuhan untuk hajatan dan harga dipastikan naik. Sekarang malah sebaliknya,” tutur Asep.

Ketua Kelompok Petani Cabai di Kecamatan Argapura, Tatang Tarsono membenarkan banyaknya petani yang membiarkan cabainya tidak dipanen karena takut menderita kerugian yang lebih besar.

Cabai dibiarkan mengering tidak dipanen, apalagi disiram. Bahkan katanya ada yang mencabuti pohon dan membakarnya, untuk diganti dengan tanaman dengan komoditas lain.

“Punya saya juga dibiarkan kering, dan sebagian dicabuti dibakar. Akan diganti buncis dan kentang,” katanya.

Karena harga murah areal tanaman cabai pun berkurang. Musim tanam tahun lalu areal perkebunan cabai diperkirakan lebih dari 100 hektar. Kini hanya setengahnya saja karena pengalaman tahun lalu cabai juga murah di bulan yang sama.

“Pandemi pengaruhnya besar pada sektor pertanian. Sayuran yang biasanya rame untuk persediaan hajatan sekarang sepi, harga anjlok,” kata Tatang yang mengaku panen terakhir hanya 64 kg.

Sumber: