Ini Alasan Pernikahan Usia Dini di Majalengka Terus Naik
RAKYATCIREBON.ID- Angka pernikahan usia dini di Kabupaten Majalengka setiap tahun terus meningkat. Belakangan, peningkatan diduga akibat pandemi. Sehingga banyak orang tua yang menikahkan anaknya. Ada juga penyebabnya akibat korban kekerasan seksual.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kabupaten Majalengka, Aris Prayuda mengungkapkan keprihatinannya atas tingginya kasus tersebut. Sehingga harus ada upaya maksimal dari semua pihak, tokoh masyarakat, orang tua serta pemerintah.
Aris menunjukan angka yang diperolehnya dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIIP) Pengadilan Agama Kabupaten Majalengka. Permohonan dispensasi kawin anak di tahun 2019 sebanyak 127 permohonan, tahun 2020 terjadi peningkatan lebih dari tiga kali lipat mencapai 448 permohonan. Kemudian tahun 2021 hingga Juni lalu telah mencapai 148 permohonan. Total sejak tahun 2019 hingga akhir Juni mencapai 723 pasangan.
“Untuk wilayah desa saya belum menyasar, tapi salah satu desa yang saya ketahui dan survei banyaknya di Desa Pilangsari, Kecamatan Jatitujuh,” ucap Aris.
Mereka yang menikah muda ini rata-rata usia 16 tahun. Kasusnya ada yang atas keinginan orangtua, sebagian ingin segera melepas tanggung jawab karena faktor ekonomi.
Banyak pula yang dinikahkan karena korban kekerasan seksual yang kasusnya tidak berlanjut di pengadilan hingga memilih untuk dinikahkan. Terkecuali yang menjadi korban kekerasan dengan pelaku saudara dekat, dilakukan oleh ayah tiri, paman atau kakek.
“Ada banyak persoalan yang dihadapi anak-anak dan orang tua. Korban kekerasan ini ada yang akibat pola pengasuhan, pendidikan, faktor ekonomi. Apalagi disaat pandemi banyak anak dipekerjakan untuk membantu beban ekonomi orang tuanya, termasuk memilih menikahkan,” kata Aris.
Menurutnya, perlu adanya sosialisasi penundaan usia perkawinan dan dampak dari pernikahan dini yang berakibat juga perceraian di usia muda. Hingga perempuan harus menanggung beban pengasuhan anak. Atau anaknya terpaksa dititipkan di neneknya.
“Dampak dari pernikahan usia dini ini sangat banyak. Anak belum siap menjalankan rumah tangga, hingga bisa terjadi perceraian dengan sangat cepat. Mending kalau belum punya anak. Jika sudah, maka anak bisa dititipkan ke nenek dan kakeknya. Ibunya pergi menjadi pekerja migran. Pola pengasuhan anaknya bisa jadi juga akan kurang baik. Anaknya bisa menjadi korban lagi. Efeknya sangat panjang dan berantai. Makanya pencegahan pernikahan usia dini harus benar-benar dilakukan,” ucapnya.
Dia berharap ada keberpihakan dari pemerintah. Keberpihakan program dan anggaran penanganan yang benar-benar riil sampai di tingkat masyarakat. Penanganan ini harus saling berkaitan di antara lembaga pemerintah.
Penanganan harus dilakukan secara menyeluruh, penanganan anak, penanganan ekonomi, penanganan sosial dan penanganan lewat filosofis juga agama serta hukum. (hsn)
Sumber: