Reses, Hanifah Terima Banyak Keluhan
RAKYATCIREBON.ID – Persoalan di masyarakat masih belum terurai. Akibat dari belum normalnya anggaran daerah adanya refokusing anggaran yang membuat pembangunan terhambat.
Wajar saja, saat wakil rakyat melakukan resesnya, banyak aspirasi yang tertampung, masih berkutat pada persoalan yang sama. Yakni, persoalan jalan berlubang, normalisasi sungai, normalisasi gorong-gorong irigasi, penyelesaian sampah serta segudang persoalan lainnya.
Hal itu disampaikan Anggota DPRD Kabupaten Cirebon, Dr Hj Hanifah MA usia menggelar reses kemarin. “Masih sama. Soal jalan berlubang , normalisasi sungai , normalisasi gorong-gorong dan irigasi. Sampah yang berantakan dimana-mana, PJU yang lampunya pada mati, usulan Rutilahu yang ngga pernah direspon,” katanya, Kamis (6/5).
Politisi PKB itu menjelaskan dimasa reses tahun ketiga masa sidang 2020/2021 kali ini, Ia menyapa guru TK, guru PAUD, guru MDTA , guru ngaji , imam mushola dan masyarakat pada umumnya. “Mereka juga mengusulkan tentang merdeka belajar dan guru penggerak,” kata dia.
Pasalnya, dalam konteks Merdeka Belajar, ada beberapa perubahan. Seperti USBN diganti dengan ujian (asesmen), kemudian ditahun 2021 UN ditiadakan. Diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, sehingga UN terakhir kali dilaksanakan ditahun 2020 lalu.
Kemudian, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang selama ini dinilai terlalu kaku, akan dipersingkat , serta tetap memberlakukan sistem Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Hanya saja, dalam praktiknya nanti, akan lebih fleksibel.
Oleh karenanya, kata bunda Ohan akrab disapanya, diperlukan adanya Bimbingan Tekhnik (Bimtek) khusus tentang Merdeka Belajar. Agar guru lebih profesional dalam proses pengajarannya dan siswa pun mengikuti kegiatan belajar, riang gembira.
“Biar terjalin komunikasi pembelajaran yang enjoy dan mengasyikan sehingga dalam menerima pembelajaran dengan konsep merdeka belajar, lebih tepat,” terangnya.
Sementara, aspirasi dari guru ngaji, menginginkan adanya fasilitas penerangan yang memadai dan fasilitas penunjang lainnya. “Seperti sound kecil untuk memudahkan dalam proses pengajarannya, agar ustad-ustadazahnya tidak perlu teriak-teriak saat mengajar. Pun juga sama dengan imam mushola yang menginginkan fasilitas tersebut, untuk memudahkan mereka saat menyelenggarakan kegiatan keagamaan,” katanya. (zen)
Sumber: