Pollycarpus Meninggal Dunia, Mantan Kasum TNI Buka Suara
JAKARTA-Mantan Kepala Staf Umum Tentara Nasional Indonesia (Kasum TNI) Letnan Jenderal TNI (Purn.) Johannes Suryo Prabowo buka suara seputar meninggalnya Pollycarpus Budihari Priyanto, orang yang terlibat dalam pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
\"Master Mindnya makin aman,\" kata Suryo Prabowo di akun Twitternya @JSuryoP1, Sabtu (17/10/2020).
Pollycarpus Budihari Priyanto, orang yang terlibat dalam pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib meninggal dunia sore ini karena terinfeksi Covid-19.
Diketahui, sudah 16 tahun aktivis Hak Asasi Manusia Munir Said Thalib dibunuh di udara. Munir dibunuh dalam penerbangan ke Amsterdam pada 7 September 2004. Ia tewas dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam pukul 08.10 waktu setempat.
Hasil otopsi kepolisian Belanda dan Indonesia menemukan Munir tewas karena racun arsenik. Setelah penyelidikan polisi menetapkan pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto menjadi tersangka pembunuhan pada 18 Maret 2005.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutus ia bersalah dan menghukumnya 14 tahun penjara pada 12 Desember 2005. Pollycarpus sudah bebas dari penjara. Namun kasus Munir masih menyisakan banyak pertanyaan yang belum selesai diungkap.
Motif sesungguhnya pembunuhan Munir masih misterius. Ada dugaan Munir dibunuh karena memegang data penting seputar pelanggaran hak asasi manusia (HAM) seperti kasus Talangsari, penculikan aktivis 1998, hingga kampanye hitam pemilihan presiden 2004.
Dokumen Laporan Tim Pencari Fakta kasus pembunuhan Munir hilang. Hilangnya laporan itu baru diketahui pada pertengahan Februari 2016. Ketika itu, KontraS mendatangi kantor Sekretariat Negara meminta penjelasan dan mendesak segera dilakukan pengumuman hasil laporan TPF. KontraS kemudian menggugat Kemensetneg.
Pada Oktober 2016, KontraS memenangkan gugatan terhadap Kemensetneg. Majelis hakim memerintahkan lembaga negara itu segera mengumumkan dokumen TPF. Namun, Kemensetneg mengaku tak memiliki dokumen tersebut.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan menilai 16 tahun setelah pembunuhan penyelidikan independen tak mengalami kemajuan untuk menemukan pelaku utama kasus ini. Kontras meyakini dalang di balik pembunuhan berasal dari kalangan berpengaruh dan sampai sekarang belum dibawa ke pengadilan.
“Hal ini membuat publik mempertanyakan komitmen pemerintah untuk melindungi pembela HAM,” kata peneliti Kontras Rivanlee, Senin (7/9/2020) seperti dikutip dari Tempo.
Komite Aksi Solidaritas untuk Munir dan perwakilan 11 organisasi mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia guna menyerahkan Legal Opinion kasus Munir. Mereka mendesak agar status kasus ini diubah menjadi pelanggaran HAM berat. (*)
Sumber: