RUU Ciptaker Bikin Bertambah Kacau, Jimly: Sebenarnya Pemerintah Tahu Penolakan yang Muncul di Masyarakat

RUU Ciptaker Bikin Bertambah Kacau, Jimly: Sebenarnya Pemerintah Tahu  Penolakan yang Muncul di Masyarakat

RAKYATCIREBON.ID-Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyampaikan pendapatnya terkait Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) yang telah disetujui pemerintah dan parlemen pada rapat paripurna DPR, Senin (5/10). 

Guru besar ilmu hukum yang kini menjadi senator di DPD RI itu menyebut RUU Cipta Kerja telah menimbulkan kekacauan di tengah kekacauan pada masa pandemi penyakit virus corona 2019 (Covid-19). \"Di tengah covid ini (RUU Ciptaker) bukan menjadi solusi, tetapi dia menciptakan kekacauan di tengah kekacauan gara-gara covid,\" ujar Jimly kepada jpnn.com, Selasa (6/10). 

Seperti diketahui, berbagai elemen buruh di berbagai daerah menggelar aksi unjuk rasa dan mogok kerja guna menolak keputusan DPR dan pemerintah atas RUU yang dikenal dengan sebutan Omnibus Law itu. Jimly mengatakan, sebenarnya pemerintah juga tahu soal penolakan yang muncul atas RUU Ciptaker.

Menurutnya, penolakan tidak hanya datang dari kalangan buruh, tetapi juga aktivis lingkungan hidup dan hak asasi manusia (HAM). Namun, kata Jimly, pemerintah tetap melanjutkan RUU Ciptaker. Menurutnya, proses perdebatan atas RUU Ciptaker sudah berjalan saat pembahasan di DPR. 

\"Jadi, ya kita hormati saja kalau menurut saya. Kan perdebatannya sudah. Pemerintah tahu, bukan tidak tahu. Namun ini perspektifnya beda, sudut pandang cara melihatnya itu beda,\" katanya. (fat/jpnn) 

Berikut ini adalah pendapat Prof Jimly Asshiddiqie mengenai UU Ciptaker:

Bagaimana soal RUU Ciptaker yang masih ditolak oleh kaum buruh? Bagaimana sebaiknya pemerintah merespons? 

Pemerintah kan sudah tahu sikap buruh itu, tetapi mereka bersikukuh bahwa RUU ini diperlukan untuk mengatasi problematika ekonomi. Jadi, ya kita hormati saja kalau menurut saya. Kan perdebatannya sudah. Kan pemerintah tahu, bukan tidak tahu. Tetapi ini perspektifnya beda, sudut pandang cara melihatnya itu beda. 

Tidak ada titik temu antara buruh dengan pemerintah? 

Bukan hanya dengan buruh, dengan semua. Aktivis lingkungan, juga aspirasi daerah. Ini kan penyeragaman. Jadi, cara pandangnya sama sekali berbeda. Bukan tidak tahu, tentu negara itu kan melihat masalahnya lebih luas, melihat juga tangangan yang terjadi di luar negeri. Melihat juga hal-hal yang plus minusnya yang lain. Jadi keberatan-keberatan dari daerah, dari aktivis lingkungan, aktivis hak asasi manusia itu sudah disuarakan semua, sudah lengkap. Saya kira tidak bisa kita menganggap tidak. Walaupun di tengah pandemi, tetapi tetap pemerintah punya sikap. Begitulah kira-kira. Merespons situasi pasca pengesahan, kalau mogok buruh berlangsung lama kan bisa berdampak ke ekonomi. 

Bikin tambah parah? 

Ya karena memang ekonomi kita kan sedang kolaps. Jadi, kalau dia kolaps gara-gara demo ini, praktis sebenarnya sudah 60 persen mogok juga karena covid kan. Dengan adanya gerakan mogok terhadap RUU yang disahkan ini, menjadi katakanlah dari 60 menjadi 90 persen. 

Jadi makin parah ini?

Ya makin parah, tetapi saya kira pemerintah mengambil sikap ini kan sudah dihitung, sekalian saja mumpung masih covid. Ini kan demonya tidak akan lama, karena semua orang butuh kerja. Jadi caranya, ini dilawan, begitu. Kehendak rakyat itu dilawan karena pemerintah tidak ada lagi keinginan untuk merebut simpati. Apalagi survei menunjukkan simpati rakyat masih tinggi. Itu lho. Wallahualam, surveinya kan bisa macam-macam kan. Survei itu bisa jadi alat mengambil keputusan. 

Sumber: