Sejatinya Rohadi Ingin Menolong Negara
Dalam hal inilah saya melihat, Rohadi tidak demikian. Walaupun dia mengakui kesalahannya dan telah menyatakan permohonan maafnya kepada seluruh masyarakat Indonesia, namun dia tetap menuntut ditegakkannya keadilan di depan hukum.
Karena itu, dia mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) kasusnya ke Mahkamah Agung (MA). Sidang-sidangnya sudah selesai dijalankan. Dan sekarang dia sedang menunggu putusan dari majelis hakim PK di MA.
Di samping itu, dia juga menuntut agar proses peradilan terdahulu, yang menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara kepada dirinya, ditinjau kembali. Sebab dia tidak hanya merasa diperlakukan tidak adil karena dijadikan tumbal sendirian, tapi juga mempertanyakan mengapa orang-orang yang patut diduga tersangkut masalah suap Saipul Jamil tidak tersentuh hukum.
Menurut Rohadi, segala macam bukti keterlibatan orang-orang itu sudah dia ungkapkan. Karena itu, dia meminta agar jaksa KPK membuka kembali bukti-bukti itu. Termasuk handphone miliknya yang disita KPK. Di dalamnya antara lain terdapat bukti-bukti SMS yang menunjukkan keterlibatan orang-orang itu. Begitu juga beberapa bukti lain, yang bila KPK mau membukanya, maka kasus ini akan terbuka secara transparan.
Kaitannya dengan terpidana kasus suap pedangdut Saipul Jamil ini, saya mencatat beberapa hal. Pertama, pada dasarnya langkah PK yang Rohadi tempuh esensinya bukan hanya sekedar untuk menolong dirinya saja. Sebenarnya Rohadi ingin menolong negara demi penegakan hukum yang jujur, bersih, dan lebih baik lagi dari sebelumnya.
Rohadi sedang berusaha menolong negara untuk sadar bahwa realita yang terjadi dalam proses peradilan ternyata tidak sedemikian rupa, seperti yang kita semua harapkan.
Sekali lagi Saya katakan bahwa PENINJAUAN KEMBALI (PK) ROHADI ITU BUKAN UNTUK MENOLONG DIRINYA. ROHADI JUSTRU INGIN MENOLONG NEGARA. DALAM HAL INI, NEGARA MAU TIDAK DITOLONG OLEH ROHADI ?
Kedua, ini karena persoalan rasa. Rohadi sebenarnya hanya ingin jangan sampai ada Rohadi-Rohadi lainnya yang akan mengalami nasib serupa. Ini pelajaran buat kita semua. Rohadi adalah ‘Wajah Buram Keadilan’ di negeri ini.
Posisi panitera adalah posisi yang rentan jebakan, karena antara Penghubung dan Penerima kerap dibedakan. Penghubung selalu menderita dalam pesakitan, sedangkan penerima melenggang bebas tanpa sentuhan. Rohadi ingin memastikan, apakah asas equality before the law masih berlaku di negeri ini ? Itu yang saya kira ingin diperjuangkan Rohadi.
Ketiga, dilihat dari segi kesulitan, saya kira peluangnya sangat sulit. Bahkan jika boleh saya katakan, kasus ini lebih sulit dari kasus memailitkan 100 perusahaan. Sebab, jika PK ini dikabulkan, maka pertanyaannya adalah mau tidak negara mengembangkannya? Kasus ini adalah gerbang awal dibukanya isi perut para oknum “Wakil Tuhan” yang kerap menggadaikan keadilan tanpa mempertimbangkan kebenaran.
Seharusnya Negara Bersikap Tegas
Meski demikian, saya kira, sudah seharusnya negara mengambil sikap tegas untuk mengembangkan kasus ini minimalnya hingga sampai ke penerima, agar kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan tidak semakin sirna. Buktikan bahwa negara konsisten ingin bersih, dibawah prinsip-prinsip NAWACITA yang saat ini kita elu-elukan.
Keempat, relevansi untuk Rohadi sebenarnya tidak ada. Yang ada adalah relevansinya lebih kepada pertaruhan negara terhadap apa yang kita sebut dengan “PARADIGMA”, sebuah konsep dimana keadilan benar-benar ada dan dapat dibuktikan oleh para penguasa, demi kemaslahatan semesta. Mau tidak negara mengatakan sejujurnya bahwa penegakkan hukum di negeri ini masih penuh nestapa, dari para pencari keadilan yang dibungkam suaranya?
Rohadi awalnya dilarang oleh Hakim berinisial KT untuk membuka borok kasus ini. Katanya: “Jangan buka nama hakim, cukup sampai di kamu saja”. Nah, seharusnya si KT ini dijerat donk, karena Dia sudah merintangi jalannya penyidikan. Kenapa KT ini tidak di proses meski Rohadi sudah mencabut keterangan yang sebelumnya bahwa tidak ada keterlibatan hakim.
Mestinya saat Rohadi mencabut itu, dan mengatakan sebenarnya ada keterlibatan oknum tersebut, negara segera hadir untuk memproses nama-nama yang ia sebutkan. Bukannya justru membiarkan mereka masih memegang “Palu Kuasa”. Hal ni sangat berbahaya. Integritas mereka patut negara periksa, demi menjamin setiap perkara warga yang mereka (para terduga oknum) sedang menjadi hakimnya.
Sumber: