Serap Hasil Riset, Pasangan Rindu akan Bentuk Badan Inovasi Daerah

Serap Hasil Riset, Pasangan Rindu akan Bentuk Badan Inovasi Daerah

Untuk menyerap hasil-hasil riset dari perguruan tinggi, lembaga riset dan industri, program Ridwan Kamil–Uu Ruzhanul Ulum harus membentuk badan inovasi daerah. Badan tersebut yang akan mengelola hasil riset yang berhubungan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh pemerintah dan dapat dijadikan sebagai pijakan untuk mengambil keputusan atau tidak. PENGAMAT Perencanaan dan Pembangunan, Tatang Suheri menyatakan hal itu menanggapi persoalan yang mengemuka dalam diskusi ICMI, kemarin. Menurut dia, alasan riset dari Perguruan Tinggi tidak digunakan  sebagai basis kebijakan, antara lain, karena bisa jadi risetnya sudah benar, tapi tidak ada kontek atau hubungan dengan realita yang dihadapi pemerintah.  “Penelitiannya ada yang berhubungan langsung ada yang tidak,” ujarnya di Bandung. Tatang menjelaskan,  selalu  ada jeda keterlambatan antara hasil riset dengan realitas yang dihadapi pemerintah. Dimana pengambil eksekusi harus bergerak cepat, tapi riset memerlukan waktu yang lama. “Kita harus sama-sama belajar, metodologi riset untuk publik harus memakai strategi pendekatan baru. Ketika karakter pengambil keputusan bergerak cepat, maka penelitian harus menggunakan cara baru agar berjalan seiringan,” kata pakar planologi ini. Ketika hasil riset berjalan dengan kebutuhan pemerintah, maka hasil riset itu menjadi data yang harus diintegrasikan dalam suatu tata kelola, yakni Badan Inovasi Daerah. Badan inilah yang akan menampung pengetahuan dari kampus, industri untuk dipilah dan digunakan oleh pemangku kebijakan dalam mengambil keputusan. Dengan demikian, peran pemerintah kemudian adalah mentransformasikan dari sekadar penyediaan infrastruktur dan transportasi menjadi \"Hub-Ekonomi\". Pembangunan bandara-pelabuhan dan kawasan ekonomi harus terintegrasi dalam upaya menciptakan daya saing wilayah dan kesejahteraan sebesar-besarnya untuk seluruh warga Jawa Barat. Menurut Tatang, peran pemerintah provinsi adalah mengakomodir, mengharmonisasi, dan mengkolaborasikan hasil riset untuk mengembangkan smart region. Untuk digali potensi-potensi alam apa saja  yang dapat dikembangkan. Tatang mencontohkan, Kabupaten Subang dengan potensi komoditi  nanas. Hingga saat ini, nanas di Subang dijual utuh sebagai buah nanas, belum ada pengembangan dari produk itu.  “Petani hanya nanam panen, lalu jual. Harga per buahnya, murah hanya Rp10 ribu. Padahal ketika dikemas kalengan nanas, bisa dijual Rp20- Rp30 ribu,” ujar dia. Begitupun untuk potensi wisata, menurut Tatang, destinasi alam di Jabar luar biasa. Sehingga harus ada kemasan baru menciptakan destinasi baru agar   wisatawan, baik lokal maupun mancanegara tertarik datang. Tumbuhnya kelas menengah baru yang sangat konsumtif harus menjadi nilai tambah ekonomi buat masyarakat. “Itu potensial market yang harus dikapitalisasi oleh pengembangan wisata Jabar. Destinasi baru harus dibuat lebih menarik, ditambah dengan atraksi yang menarik,” kata Tatang. Bahkan menurut Tatang, pemerintah harus menggandeng  mitra strategis kelas dunia, misalnya dengan membuat program Ciwidey global tourism sebagai  pusat yoga dunia. Agar destinasi wisata baru itu mudah diakses maka, pemerintah harus mendorong konetivity infrastruktur. “Jalan kereta atau  jalan alternatif harus dibangun, karena muara pembangunan adalah  peningkatan kesejahteraan masyarakat,” kata Tatang. (vic)  

Sumber: