“Ngajar Sebentar, Sisanya Diserahkan ke Guru Honorer”
Jumat 17-11-2017,09:00 WIB
MAJALENGKA - Berdasarkan PP nomor 19 tahun 2017 tentang guru, para pengajar diharapkan lebih menguasai mata pelajaran yang diajarkan kepada para peserta didik. Namun, pada kenyataanya masih banyak para guru yang belum memahami tentang beban kerja yang diamanahkan kepadanya.
|
Siswa SDN III Pilangsari Majalengka belajar di lantai. dok. Rakyat Cirebon |
Oleh karena itu, diharapkan para guru yang telah bersertifikasi plus PNS itu lebih profesional lagi dalam mencerdaskan generasi penerus bangsa.
Hal ini ditegaskan oleh Pemerhati Pendidikan di Majalengka, Mahdi Surahman SPd. Pihaknya masih sering menemui keluhan guru yang kurang mengenal dan menguasai mata pelajaran saat mengajar. Bahkan ada yang terkesan masih cuek-cuek saja, karena menyerahkan tugasnya kepada para guru honorer.
\"Sayangnya, di kita masih belum optimal terkait beban kerja mengajar guru-guru itu. Mereka kurang memahami dan kurang menghayati aturan maupun mata pelajaran bidangnya,\" ungkap Mahdi kepada Rakyat Majalengka, Kamis (16/11).
Menurutnya, jika melihat pasal 52 PP nomor 19 tahun 2017 tentang guru itu beban kerja dan tugas guru itu ada lima. Yakni, merencanakan pembelajaran dan pembimbingan, melaksanakannya, menilai hasilnya, membimbing dan melatih peserta didik dan yang ke-lima melaksanakan tugas tambahan yang melekat dengan kerja guru.
\"Pasal lain disebutkan, minimal guru harus bertatap muka selama 24 jam setiap pekannya. Paling banyak 40 tatap muka dengan para siswanya. Namun, hal ini masih lemah di perencanaan, pelaksanaan dan pelatihan, karena sebagian guru lebih peduli pada hal lain. Bahkan, ada yang cuma hadir beberapa menit, sisanya diserahkan ke guru honorer,\" ujarnya.
Sementara itu, aktivis KPAID, Aris Prayuda menilai, saat mengajar dan mendidik, guru juga harus memperhatikan kelemahlembutan dalam lisan/verbal. Alasannya secara psikologis ucapan-ucapan lisan yang kasar sudah berarti merusak mental sang anak. Serta kekerasan secara verbal bisa disamakan dengan kekerasan secara fisik.
\"Kami juga sering menemui guru yang mendidik siswanya dengan bahasa bahasa yang kasar. Padahal, itu berdampak jelek bagi sang anak, maupun pribadi guru bersangkutan. Pesan saya adalah, mari ciptakan kenyamanan dalam mengajar dan mendidik, tidak perlu dengan bahasa memarahi, dan mencak-mencak. Kalau ada yang seperti itu, berarti dia kurang memahami esensi dari mengajar,\" imbuhnya. (hrd)
Sumber: