Sebagian Besar Pemilik Industri Malas Urus Hak Paten
Kamis 09-11-2017,00:00 WIB
MAJALENGKA – Sekretaris Dekopinda kabupaten Majalengka, Uju Juhara SPd mengungkapkan sebagian besar industri makanan, pakaian serta industri lainnya di Majalengka tidak memiliki hak paten atau HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual).
|
Produk industri Majalengka harus dilindungi hak paten. dok. Rakyat Cirebon |
Padahal, industri tersebut sudah berdiri puluhan tahun dan terkena hingga ke luar daerah. Penyebabnya, kata Uju, pemiliknya tidak berupaya pemprosesnya, hingga akhirnya hak paten lebih dulu diklaim perusahaan lain.
Menurut Uju, sangat banyak pemilik usaha kecil menengah (UKM) di Majalengka yang mengabaikan badan hukum, baik PIRT (Pangan Industri Rumah Tangga), label halal, sertifikasi pangan dari BPOM serta HaKI. Karena, awalnya merasa usahanya sudah maju dan usaha bisa berjalan lancar tanpa menempuh aturan tersebut.
Dijelaskanya, para pengusaha baru merasakan akibatnya ketika menemui persoalan semisal disaat kendaraan yang akan mendistribusikan produksinya ke luar kota terkena tilang kepolisian, dan saat diperiksa makanan yang dikirimnya tersebut tidak terdaftar di Dinas Kesehatan.
Atau, kata dia, saat industri konveksinya mendapat masalah, karena nama mereknya hampir sama dengan merek lain. Walaupun nama tersebut lebih dulu dipakai pengusaha asal Majalengka.
Namun karena tidak didaftarkan menjadi hak paten akhirnya mereka digugat pengusaha lain ke jalur hukum, karena merasa lebih dulu memiliki hak paten.
“Akibatnya kalau sudah berurusan dengan hukum, tenaga dan ekonomi pun terkuras. Itu di antaranya kelalaian pengusaha di Majalengka,” ungkapnya.
Persoalan lain, lanjut Uju, yaitu banyaknya industri makanan olahan yang bahan bakunya justru didatangkan dari luar kabupaten, hingga impor dari sejumlah negara.
Untuk hal tersebut, butuh sinergitas program antar OPD dengan Bapeda dan para petani agar kebutuhan bahan baku bisa dipenuhi, serta petani bisa memiliki kelangsungan usaha taninya.
“Banyak industri makanan ringan di Kabupaten Majalengka yang kekurangan bahan baku, hingga mereka harus mengimpor dari luar negeri atau menambil dari luar daerah. Padahal, seharusnya bisa dipenuhi dari wilayah sendiri karena bahan baku yang dibutuhkan adalah produk pertanian,” ungkapnya.
Menurut Uju, bahan baku industri mananan olahan yang kekurangan bahan baku di antarnya adalah singkong, kacang-kacangan seperti kacang bogor, kacang tanah, kacang karo, kedelai dan sejumlah kacang lainnya, pisang, beras ketan, dan lain-lain.
Kini di Majalengka lebih dari 3 ribu industri makanan olahan, yang ternyata bahan bakunya sebagian harus mengimpor dari Thailand, China, Amerika dan sejumlah negara lainnya.
Ia menuturkan, bahan baku yang banyak diimpor adalah kedelai, kacang karo, kacang tanah serta kacang bogor.
Bahan makanan olahan tersebut sebelumnya tidak perlu mengimpor jika saja petani Majalengka bisa memproduksinya. Termasuk singkong dan pisang yang masih mendatangkan dari kabupaten tetangga seperti Sukabumi, Subang dan sejumlah kabupaten lainnya.
“Agak aneh memang, Majalengka ini dikenal kaya sumber daya alam, tanahnya luas dan subur, namun untuk sejumlah komoditas masih tetap harus mendatangkan dari luar daerah,” ungkapnya. (hsn)
Sumber: