Industri Nata De Coco Mengandung Urea Tanaman Binaan Dinkes

Industri Nata De Coco Mengandung Urea Tanaman Binaan Dinkes

MAJALENGKA - Pasca penggerebekan industri makanan ringan sari kelapa atau nata de coco di desa Salagedang kecamatan Sukahaji, petugas Dinas Kesehatan Majalengka memeriksa bahan-bahan pembuatan nata de coco yang diduga mengandung campuran pupuk urea.
\"dinkes
Dinkes Majalengka periksa industri nata de coco yang digerebek polisi. Foto: Hasan/Rakyat Cirebon
Kepala Seksi Perizinan dan Pengawasan Obat-obatan, Makanan dan Minuman Bidang Kefarmasian dan Sarana Dinas Kesehatan kabupaten Majalengka, Diceu Hamidah SKep Ners MKep mengatakan, pihaknya langsung mendatangi tempat industri pengolahan pembuatan makanan ringan yang berbahan dasar sari kelapa atau kerap kali disebut nata de coco. 

Pada pemeriksaan itu, kata dia, petugas memeriksa kelayakan bahan yang digunakan. Pihaknya menemukan proses sanitasi yang kurang memenuhi standar. Kebersihan tempat dan bahan yang harus dibenahi agar lebih steril. Petugas juga menemukan bahan nata de coco yang berjamur.

Pihaknya mengakui kalau industri tersebut memang terdaftar di Dinas Kesehatan, malahan mereka mempunyai izin perdagangan. Akan tetapi sejak 2009, pihak pengelola tidak lagi memperpanjang izin tersebut. 

“Industri nata de coco ini merupakan salah satu industri rumah tangga binaan Dinas Kesehatan. Namun, izin perdagangan sudah tidak diperpanjang sejak 2009,” ujar Diceu ketika ditemui di lokasi pabrik, Senin (2/10).

Lebih lanjut Diceu mengungkapkan, industri pembuatan nata de coco memang membutuhkan campuran zat sejenis urea. Akan tetapi zat tersebut bukan zat untuk tanaman.  Namun zat yang diperuntukan untuk makanan. 

Pihaknya masih menunggu hasil dari pemeriksaan badan pengawasan obat dan makanan (BPOM). Harus ada uji laboratorium tentang kadar urea yang terkandung di produk tersebut. 

Ia menuturkan, bisa saja ada logam lain yang tersimpan. Kandungan zat atau pupuk urea sangat diperlukan untuk proses perkembangan bakteri  di bibit nata de coco serta air kelapa. 

“Namun, pemakaian urea atau ZA tersebut seharusnya menggunakan pemakaian ZA food grade untuk makanan, bukan untuk tanaman,” tandasnya.

Pantauan di lapangan, di tempat pengolahan tersebut masih ada beberapa aktivitas karyawan yang masih memproduksi. Selain itu, pemasangan garis polisi yang sebelumnya dilakukan oleh Polres Majalengka, sudah tidak ada lagi atau ada yang melepasnya.

Sementara itu, menurut salah seorang warga desa Salagedang kecamatan Sukahaji, Nono Darsono, selama ini dirinya tidak mengetahui kalau ditempat tersebut ada pabrik pembuatan sari kelapa.

Diakui Nono, selain letaknya yang jauh dengan pemukiman, kondisi bangunan yang berada di tengah-tengah kebun juga menjadi alasan kekurangtahuan warga akan adanya pabrik pengolahan tersebut.

Nono dan warga lain mengaku, hanya mengetahui kalau tempat tersebut adalah tempat pembudidayaan bibit tanaman. Baik tanaman hias maupun tanaman berbuah. Karena memang kalau tampak dari depan hanya terlihat beberapa pohon tanaman yang sudah siap untuk dijual.

“Kami baru tahu dari media masa baik cetak maupun elektronik tadi pagi (kemarin, red) kalau disini ada tempat pengolahan pembuatan sari kelapa. Selama ini yang kami tahu disitu adalah tempat pembudidayaan tanaman, karena memang letaknya ditengah-tengah kebun,” ujarnya.

Produsen nata de coco yang diduga mengandung pupuk urea tanaman di desa Salagedang kecamatan Sukahaji kabupaten Majalengka terancam pasal 8 UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU Kesehatan RI  nomor 18 tahun 2012. 

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Konsumen (YLBK) Kabupaten Majalengka, Dede Aryana SH mengatakan, produsen nata de coco yang mencampur kandungan pupuk urea tanaman sangat merugikan konsumen.

\"Apalagi, nata de coco tersebut bila dijual bebas tanpa ada label komposisi dan kandungan di dalamnya. Itu jelas telah melanggar hak-hak konsumen. Karena, dalam hal ini konsumen berhak mengetahui kandungan atau komposisi dalam setiap makanan pangan yang akan dibelinya. Konsumen dibodohi, karena tidak tahu kandungannya,\" tegas Dede, Senin (2/10).

Menurutnya, komposisi bahan kandungan apa saja seharusnya dicantumkan dalam label makanan olahan sebelum dipasarkan kepada masyarakat luas. 

Berdasarkan pasal 8 UU nomor 8 tahun 1999 menyatakan bahwa pelaku produksi barang atau jasa wajib menuliskan atau memberitahukan kandungan apa saja terhadap barang yang telah diproduksinya sebelum dipasarkan.

\"Barang yang diproduksi juga harus memilik komposisi jaminan dan keamanan bagi para konsumen. Bila ada produksi nata de coco yang memakai pupuk urea, tentunya masyarakat juga akan langsung tahu, bahwa pupuk urea bukan kandungan untuk konsumsi makanan,\" ungkapnya.

Pihaknya menjelaskan, selama ini memang belum ada laporan dari pihak konsumen terkait keluhan maupun gugatan laporan akibat dari mengkonsumsi makanan olahan nata de coco.

\"Ngeri juga setelah kita tahu makanan olahan tersebut diproduksi dengan bahan dasar pupuk urea. Yang jelas, selain melanggar UU kesehatan, si pelaku juga melanggar UU tentang konsumen,\" ujarnya.

Sementara itu, salah seorang warga penyuka nata de coco dengan campuran es campur atau jeruk nipis, Risma mengaku, kini tidak lagi mau mengkonsumsinya. Ia mengaku, jijik dan tidak lagi membeli nata de coco. 

\"Setelah saya tahu bagaimana produksinya, saya jadi tidak mau lagi memakannya. Pantesan setiap kali setelah makan nata de coco perut saya agak sakit-sakit gitu, rupanya ada pupuk urea dalam kandungan nata de coco,\" pungkasnya. (hsn/hrd)

Sumber: