Karyawan PG Rajawali Tuntut Pembubaran F-Kamis

Karyawan PG Rajawali Tuntut Pembubaran F-Kamis

JATITUJUH - Ratusan karyawan PT Pabrik Gula (PG) Rajawali unit Jatitujuh, Kabupaten Majalengka berangkat untuk berunjuk rasa menuntut pembubaran Forum Komunikasi Masyarakat Indramayu Selatan (F-Kamis), Selasa (26/9).
\"karyawan
Karyawan PG Rajawali desak pembubaran LSM F Kamis. Foto: Hasan/Rakyat Cirebon
Salah seorang koordinator, Wartomo mengatakan, tujuan unjukrasa karyawan tersebut yaitu pendopo bupati Indramayu, DPRD, serta Polres Indramayu. Mereka menuntut pembubaran F-Kamis yang selama ini membuat resah karyawan dengan melakukan intimidasi.

\"Tujuan kami ingin F-Kamis dibubarkan. Karena banyak karyawan yang selalu diintimidasi ketika sedang bekerja,\" ujar Wartomo sesaat sebelum berangkat.

Bahkan, karyawan lainya, Timan mengaku selalu dihantui rasa takut ketika menjalankan aktivitas bekerja. Mereka ketakutan adanya aksi sweeping dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan masyarakat.

Dijelaskanya, para buruh kebun asal wilayah Amis, Loyang, Jambak, dan sekitarnya mengeluhkan karena berkurangnya lapangan pekerjaan di Pabrik Gula.

Terlebih saat musim kemarau, kata dia, biasanya pabrik gula menyediakan lapangan pekerjaan. Akan tetapi, para buruh tidak bisa berbuat banyak karena terancam keselamatan mereka. 

\"Oknum masyarakat yang sweeping kerap membawa senjata tajam dan tidak segan-segan mengancam siapapun yang menentang. Aksi sweeping oknum masyarakat ini, sudah beberapa kali terjadi. Pernah salah satu karyawan diancam dan disuruh pulang,\" ujarnya.

Dikatakanya, sampai saat ini pelaku kekerasan malah semakin berani mengintimidasi di kebun tebu yang diurusnya terutama kepada para buruh PG Jatitujuh.

“Padahal, kami mempunyai hak yang sama, untuk mendapatkan perlindungan hukum,” ungkap dia.
Wartomo mengungkapkan, saat ini ratusan hektare lahan milik pabrik gula terlantar dan tidak bisa ditanami tebu.

“Keselamatan ribuan buruh pabrik gula terancam. Ketersediaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar terancam. Kami harus mengadu kemana? Kemana kami meminta perlindungan? Kami hanya minta jaminan keamanan saat bekerja,” katanya.

Wartomo yang juga masyarakat setempat. Tidak sependapat dengan berbagai aksi kekerasan yang terjadi di lapangan. Kekerasan tidak dibenarkan dengan alasan apapun.

“Kami selalu dilarang untuk melawan, bahkan hanya untuk membela diri pun dilarang. Kami selalu diinstruksikan mundur oleh atasan,” terang Wartomo.

Menurutnya, karyawan meminta agar aparat yang berwenang tergerak hatinya untuk segera menyelesaikan permasalahan yang dialaminya. Tindak tegas oknum-oknum yang selalu memprovokasi berbagai aksi kekerasan di lapangan.

Sementara itu, Dastim, warga sekitar kebun PG Jatitujuh menuturkan, oknum masyarakat tersebut mematok lahan-lahan PG Jatitujuh dan menanaminya dengan palawija. Kebanyakan oknum masyarakat tersebut, bukan dari masyarakat penyangga, tetapi dari desa-desa yang jauh dari PG.

“Jika aktivitas mereka dibiarkan, kami pun akan ikut-ikutan menyerobot lahan PG Jatitujuh. Aparat yang berwenang harus segera bertindak. Jangan sampai masyarakat berbenturan dengan oknum-oknum tersebut.Banyak aset yang  dirusak dan karyawan diintimidasi, termasuk kami sebagai orang lapangan,” tukasnya.(hsn)

Sumber: