Tahun Ini, Air di Bendungan Menyusut Lebih Cepat

Tahun Ini, Air di Bendungan Menyusut Lebih Cepat

MAJALENGKA – Air di bendungan Tirta Nagara di Cibasale makin menyusut. Akibat penyusutan air tahun ini lebih cepat dibanding 2016, membuat lahan pertanian terganggu. 
 Bendungan Tirta Nagara Cibasale menyusut. Foto: Herik/Rakyat Cirebon 
Petani setempat, Tandi mengaaku, mulai kesulitan mendapatkan air untuk menyirami tanaman palawijanya. Pasalnya, sebagian besar lahan palawija di Cibasale sangat bergantung dari aliran air sungai. 

\"Sementara air sungainya terus mengalami penyusutan. Beruntung, jagung yang saya tanam kini mulai tumbuh besar dan semoga cepat panen,\" ungkap Tandi kepada Rakyat Majalengka, Senin (4/9).

Bahkan, kata dia, air di bawah bendungan Cibasale sudah tidak kelihatan lagi. Begitupun air di atas bendungan berhenti mengalir, karena tidak mencapai batas minimal untuk air sungai mengalir ke bawah.

“Saking keringnya air di bendungan Cibasale, beberapa bunderan alas yang berfungsi sebagai penanda kedalaman sungai makin terlihat jelas,” imbuhnya. 

Lain halnya bagi para pencari pasir di sekitar sungai Cibasale. Keringnya air sungai justru manjadi berkah. 

Menurut salah seorang pencari pasir, Tata (60), menyusutnya air sungai di bendungan Tirta yang terjadi sejak sebulan lalu memudahkannya mengeruk pasir sebanyak-banyaknya. Paslanya, saat bendungan tersebut normal ia kesulitan mendapatkan pasir. Disebabkan derasnya aliran sungai.

\"Musim kemarau ini, dasar sungai terlihat jelas. Saya tidak kesulitan lagi untuk mengeruk pasir. Hasilnya, bisa saya jual, untuk menambah penghasilan,\" ujarnya.

Tata mengatakan, air sungai Cibasale makin menyusut disebabkan para petani menyedot air untuk menyirami tanaman jagung di sebelah utara dan selatan bendungan. 

\"Hampir setiap hari petani di sini (Cibasale, red) memanfaatkan air sungai untuk menyirami tanaman palawijanya. Kalau musim kemarau, sungai ini memang sudah biasa menyusut. Namun, tahun ini lebih cepat menyeusutnya disbanding musim kemarau tahun kemarin,\" pungkasnya. 

Sementara itu, menyusutnya air di sejumlah sungai di Majalengka justru menjadi berkah bagi sebagian warga. 

Salah satunya, warga desa Bantrangsana kecamatan Panyingkiran yang memanen tanaman kangkung sembari membersihkan kangkung dari sampah di lahan sungai yang di garapnya.

Warga yang berada di pinggiran kali setiap musim kemarau menanam sayuran kangkung. Selain hasilnya untuk mengurangi biaya hidup. Para petani kangkung di desa tersebut menjaga dan melindungi habitat pada aliran sungai. 

\"Karena sebagian besar masyarakat memanfaatkan air sungai untuk mandi, mencuci dan kebutuhan lainya saat kemarau. Warga juga memanfaatkannya untuk menanam kangkung,\" ujar Rasja warga setempat, Senin (4/9).

Menurutnya, saat datangnya musim kemarau mereka secara bersamaan membuat kaplingan membentuk petangan-petakan sawah untuk ditanami kangkung. Alhasil mereka dapat panen setelah satu minggu dari musim tanam.

Dirinya menyulap sebagian aliran sungai untuk ditanami tanaman kangkung. Usaha ini pun membuahkan hasil. Setiap hari, dirinya bisa memanen kangkung untuk kebutuhan keluarga dan berbagi dengan tetangga. 

Selain itu, kata dia, hasilnya juga dijual pada pedagang tengkulak untuk dibawa kepasaran. “Hasilnya memang lumayan untuk mengurangi kebutuhan sehari-hari, dan sisanya kami jual juga,” ujarnya di lahan kangkunya.

Ia menuturkan, adanya kegiatan sepanjang aliran sungai tersebut menambah indahnya kondisi sungai yang sebelumnya kotor dan penuh sampah. Namun setelah ditanamai kangkung terlihat indah dipandang mata.

Saat musim kemarau, para petani tidak ada resiko, mereka biasanya mendapatkan keuntungan besar pada musim itu. Apalagi jika harga kangkung di pasar mulai naik. 

“Namun, berbeda dengan datangnya musim hujan, para petani kangkung akan mengalami kerugian bahkan tak bisa beraktifitas,” imbuhnya. (hrd/hsn)

Sumber: