Sekolah Dilarang Membisniskan Seragam dan Buku

Sekolah Dilarang Membisniskan Seragam dan Buku

MAJALENGKA – Beberapa orang tua murid salah satu sekolah dasar negeri  (SDN) III Tarikolot di Kecamatan Palasah mengeluh masih maraknya pungutan iuran atau sumbangan di sekolah. Ia harus mengeluarkan dana ratusan ribu rupiah untuk membayar berbagai pungutan iuran yang dikenakan kepada anaknya di sekolah.
\"ortu
Siswa SDN di Majalengka belajar gosok gigi. dok. Rakyat Cirebon
Dari penuturan salah seorang orang tua murid berinisial AN (11) menjelaskan, pungutan dimaksud yaitu untuk pembelian seragam. Bahkan, mereka mengaku harga seragam tersebut bervariatif. 

“Seragam murid laki-laki dikenakan biaya Rp95 ribu. Sedangkan baju perempuan ditarif RP 105 ribu. Berbagai pungutan tersebut umumnya bersifat wajib. Belum lagi sekarang akan menghadapi perkemahan. Jadi, pasti ada biaya tambahan, meskipun dicicil itu sangat memberatkan,” ujarnya Selasa (8/8).

Hal senada juga diutarakan oleh orang tua murid dari CA (12). Menurutnya putranya yang bersekolah di SD tersebut ada dua orang. Dengan adanya pungutan itu, berarti orang tua dari CA harus mengeluarkan uang sekitar Rp400 ribu lebih. 

“Biaya tersebut selain untuk seragam, katanya untuk biaya perkemahan juga. Tentu ini sangat memberatkan meskipun harus dicicil,” ujarnya.

Orang tua siswa mengaku tidak bisa berbuat apa-apa selain membayar iuran tersebut. Sebab menurut mereka kalaupun tidak setuju, kasihan terhadap kondisi psikologis anak mereka dimana nanti ketika teman-teman yang lain memakai seragam baru, sementara anak mereka tidak. “Tentu kami tidak ada pilihan lain,” ujarnya.

Sementara itu, ketika Rakyat Cirebon hendak mengkonfirmasi ke kantor unit pelaksana teknis dinas (UPTD) Pendidikan kecamatan Palasah, kepala UPTD sedang cuti. Hanya ditemui oleh salah seorang pengawas, yaitu Amin SPD. 

Dijelaskan Amin, memang bukan kapasitas dirinya untuk memberikan keterangan. Akan tetapi menurut pandangan pribadinya, kejadian tersebut sah-sah saja selama keputusan yang diambil sudah melalui dan menempuh prosedur yang berlaku.

“Saya yakin pihak sekolah juga sebelum mengeluarkan kebijakan akan mengajak musyawarah orang tua murid dulu, tidak ujug-ujug diputuskan. Selama itu sudah ditempuh sah-sah saja. Yang harusnya disalahkan itu, orang tua siswa yang mengeluh, kenapa tidak disampaikan waktu musyawarah,” ujarnya.

Amin mencontohkan, dalam juklak dan juknis bantuan operasional sekolah (BOS) tidak boleh memungut iuran dari siswa yang diperuntukan untuk membeli buku. Akan tetapi pada kenyataannya, ada buku-buku yang diperlukan oleh guru dan siswa tetapi tidak teranggarkan di dalam dana BOS. Hal tersebut sah-sah saja selama uang baju dan uang buku jangan sampai memberatkan orang tua siswa. 

\"Dari dana BOS memang ada anggaran untuk buku. Namun tidak semuanya, hanya buku tertentu. Sekolah boleh meminta orang tua membeli baju dan buku di sekolah, tapi jangan sampai dibisniskan dan jangan lebih mahal dari harga pasaran,\" ungkapnya.

Amin, meminta agar sekolah tidak memaksakan beli seragam dan buku di sekolah. Kalaupun iya, haruslah meringankan orang tua bukannya malah menambah berat. \"Kalau bisa dicicil agar tidak berat membayarnya. Juga jangan sampai kualitas seragam yang dijual tidak bagus,\" katanya.(hsn)

Sumber: