Kapolda Sebut Gerakan Radikal Bersumber dari Jabar

Kapolda Sebut Gerakan Radikal Bersumber dari Jabar

MAJALENGKA – Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Dr Drs H Anton Charliyan MPKN mengungkapkan cikal bakal gerakan radikal bersumber dari Jawa Barat (Jabar) yaitu di daerah Garut dan Tasik. Karena di wilayah tersebut ada gerakan yang dianggap merusak keutuhan NKRI. Salah satunya Negara Islam Indonesia (NII). 
\"kapolda
Kapolda Anton Charliyan (peci putih) kunjungi ponpes di Majalengka. Foto: Herik/Rakyat Cirebon
Dirinya juga tidak menampik wilayah Jabar sangat rentan terhadap gerakan radikal. “Mereka menganggap bahwa NKRI itu merampas dari NII. Sehingga, mereka tetap ingin merdeka. Padahal, kita (Indonesia, red) ini sudah merdeka. NII itu dahulu lahir di Jawa Barat, yaitu dari kedua daerah tersebut,” beber Anton ketika berkunjung ke Majalengka, Rabu (2/8). 

Pihaknya mengaku, telah berkoordinasi dengan sejumlah ulama dan tokoh agama lainnya untuk mencegahnya. 

“Ketika saya bertemu dengan para kiai dan ulama dari luar negeri, mereka menitipkan kepada kami karena saking cintanya kepada Indonesia. Beberapa diantaranya misalnya syekh dari Saudi menilai jika Indonesia merupakan pusat dan panutan agama Islam di dunia dengan penduduk mayoritas beragama Islam,” terangnya. 

Lebih lanjut Anton menjelaskan, para ulama tersebut juga melihat keprihatinan kondisi Indonesia saat ini karena sudah mulai terancam oleh gerakan khilafah. 

Menurutnya, ciri-ciri golongan radikal selalu mengeluarkan kata-kata kafir dan selalu berjuang atas nama jihad.

“Mereka merasa paling benar sendiri dan tidak mau mengalah. Mereka hanya berkedok Islam tetapi faktanya ingin menghancurkan Islam. Karena tindakan mereka itu membuat masyarakat Indonesia resah hingga merusak keutuhan NKRI dan Pancasila,” jelasnya.

Ia menuturkan, kelompok radikal kerap mendatangkan fitnah dan inilah yang terjadi karena mereka sering mengenalkan kekerasan. Polri diminta untuk tetap waspada. Padahal dibalik semua itu adalah desain pihak asing.

Anton juga mengatakan, berbicara inteloransi dan radikalisme sebetulnya bukan tugas polisi untuk memeranginya. Karena ini berkaitan erat dengan perang keyakinan. 

“Oleh karenanya untuk meyakinkan seseorang agar tidak menyangkut pemahaman radikalisme, pendekatannya itu harus langsung kepada tokoh-tokoh agama dan pesantren,” imbuhnya.

Sementara itu, pengasuh ponpes al Mizan, KH Maman Imanulhaq mengatakan, berdasarkan laporan intelejen Indonesia, ada beberapa pesantren yang terindikasi menganut radikalisme. 

Oleh karenanya harus segera diantisipasi. Caranya dengan merangkul pesantrean yang ada di Jawa Barat, jika perlu di seluruh Indonesia.

\"Dengan cara merangkul pesantren merupakan cara yang paling baik. Saya rasa pendekatan itu yang perlu ditonjolkan,\" pungkasnya. (hsn/hrd)

Sumber: