Senin 10-04-2017,12:00 WIB
KUNINGAN – Sebagai langkah terakhir bila Wajib Pajak (WB) tidak juga melaksanakan kewajibannya membayar pajak, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kuningan telah menyiapkan sel khusus bagi pengemplang pajak. Langkah tegas tersebut merupakan kerjasama antara pihak Lapas dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kuningan.
|
Sel khusus pengemplang pajak. Foto: Mumuh/Rakyat Cirebon |
Kepala Lapas Kelas IIB Kuningan, Gumelar, mengaku pihaknya sudah menyiapkan sel khusus apabila ada Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Kuningan yang tidak juga membayar pajak, sehingga harus dilakukan penyanderaan. Terhadap WP yang disandera tersebut, pihak Lapas Kuningan akan memberikan perlakuan seperti tahanan atau warga binaan yang lain.
“Kami sudah menyiapkan sel khusus apabila ada Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Pratama Kuningan harus dilakukan penyanderaan. Tempat penyanderaan adalah rumah tahanan negara yang dijadikan tempat pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak yang terpisah dari tahanan lain,” kata Gumelar, kemarin (7/4).
Sementara itu, Kepala KPP Pratama Kuningan, Eko Hadiyanto, menjelaskan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Lapas Kuningan dalam rangka persiapan pelaksanaan gijzeling (penyanderaan, red) yang merupakan tahapan terakhir yang harus dilakukan sehubungan dengan penagihan pajak.
“Kami telah melakukan kerja sama dengan Lapas Kuningan dalam rangka persiapan gijzeling atau penyanderaan yang merupakan tahapan terakhir dalam penagihan pajak. KPP Pratama Kuningan akan terus melakukan kerja sama dengan instansi penegak hukum lain untuk menindak tegas segala bentuk penghindaran pajak,” ucap Eko.
Sehubungan telah berakhirnya program pengampunan pajak pada 31 Maret 2017 lalu, kata Eko, terhadap Wajib Pajak yang mempunyai hutang pajak yang tidak memanfaatkan program amnesti pajak, akan terus dilakukan upaya penagihan pajak. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 tentang tata cara pelaksanaan penagihan dengan surat paksa dan pelaksanaan penagihan seketika dan sekaligus (Pasal 1 angka 1).
“Berdasarkan Permenkeu itu, pengertian penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita,” katanya.
Menurutnya, tindakan penyanderaan dapat dilakukan terhadap penanggung pajak, yakni orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Tindakan penyanderaan tersebut merupakan upaya terakhir dari serangkaian tindakan penagihan aktif terhadap penunggak pajak.
“Jangka waktu penyanderaan selama-lamanya enam bulan terhitung sejak penanggung pajak ditempatkan dalam tempat penyanderaan dan dapat diperpanjang untuk paling lama enam bulan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 137/2000 Pasal 7 tentang tempat dan tata cara Penyanderaan, rehabilitasi nama baik penanggung pajak, dan pemberian ganti rugi dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa. Dalam penyanderaan tersebut, WP wajib melunasi utang pajaknya,” jelas Eko.
Untuk itu, lanjut Eko, KPP Pratama Kuningan menghimbau kepada penunggak pajak yang masih belum melunasi utang pajak agar segera melaksanakan kewajiban perpajakannya untuk menghindari pelaksanaan penagihan pajak dengan Gijzeling atau penyanderaan. KPP Pratama Kuningan saat ini telah mengajukan ijin melaksanakan penyanderaan terhadap beberapa Wajib Pajak kepada Kementerian Keuangan RI.
“Usulan penyanderaan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dan Surat Paksa,” tandasnya. (muh)