Mekanisme Partai Sudah Jelas, Kecuali Edo Tidak Pakai Kendaraan PDIP

Mekanisme Partai Sudah Jelas, Kecuali Edo Tidak Pakai Kendaraan PDIP

KUNINGAN – Gejolak di internal PDI Perjuangan semakin kencang pasca munculnya pro kontra pemasangan billboard bergambar M Ridho Suganda MSi (Edo) bersama H Aang Hamid Suganda SSos selaku ayahnya. 
\"pengurus
Pengurus PDIP Kuningan Yanto Sugianto. Foto; Mumuh/Rakyat Cirebon
Salah seorang pengurus DPC PDI Perjuangan Kuningan, Yanto Sugianto, meminta agar Edo secara resmi terlebih dulu izin ke DPC PDIP sebelum melakukan sosialisasi bila berniat akan maju mencalonkan diri sebagai bupati/wabup dari PDIP. 

Tamparan keras tersebut disampaikan Yanto saat ia berada di pos penjagaan pintu gerbang gedung DPRD, Selasa (14/3). Ia mengatakan, ada mekanisme  di internal PDI Perjuangan yang mengatur jalannya pencalonan bupati/wabup. 

PDI Perjuangan, menurutnya tidak melarang seseorang untuk bersosialisasi kepada masyarakat karena PDIP adalah partai terbuka. Siapapun yang akan mencalonkan bupati atau wabup, pasti akan ada instruksi dari DPD dan DPP melalui DPC. DPC nantinya akan melakukan sosialisasi melalui Rakercab (Rapat Kerja Cabang).

“Kalau sekarang Edo yang konon katanya anggota PDI Perjuangan sudah memulai, itu silakan saja, tapi jangan dulu bicara masalah institusi PDI Perjuangan. PDI Perjuangan itu bukan milik saya, tapi milik semua struktur partai, semua kader partai dan semua simpatisan partai, ada mekanismenya. 

Apalagi kalau Edo mengatakan Uhas dan Ahas itu sebagai medianya untuk maju, saya kira muka PDInya mau dikemanakan?. Takut nanti dia menang, dia diterima, dia direkomendasi, tapi institusi partainya ditinggalkan, dilirik sebelah mata. Itu yang dikhawatirkan oleh saya,” ungkap Yanto. 

Untuk itu, dirinya atas nama DPC PDI Perjuangan mengimbau kepada seluruh anggota, kader dan simpatisan PDI Perjuangan yang berminat mencalonkan diri sebagai bupati/wabup di Pilkada 2018 agar bersabar dulu karena PDI Perjuangan  belum ada instruksi mengenai penjaringan dan penyaringan calon bupati/wabup. Kecuali, kata Yanto, kalau Edo tidak akan berangkat dari PDI Perjuangan, ia mempersilakannya Edo bersosialisasi tanpa harus ijin ke DPC PDI Perjuangan.

“Saya kira semua partai juga ada mekanismenya, ada aturan main yang harus ditempuh. Terkecuali Edo tidak akan melalui kendaraan PDI Perjuangan, silakan saja. Mau pakai kendaraan Ahas, mau pakai kendaraan Uhas, silakan. Kalau mau berangkat dari PDI Perjuangan, ya berbaur lah, larutlah dengan kader-kader dan struktur PDI Perjuangan. PDI Perjuangan memiliki 32 PAC, 376 pengurus ranting, itu kan kendaraannya jelas, mesin partainya jelas. Jangan terkesan membuat suasana yang tidak kondusif di internal PDI Perjuangan,” sindir Yanto. 

Mantan anggota DPRD ini kembali mengulas akan ada aturan main partai yang harus ditempuh oleh mereka yang hendak maju di Pilkada 2018. Pemasangan billboard Edo yang disandingkan dengan Aang menurutnya itu diluar mekanisme partai, karena PDI Perjuangan hingga kini belum membuka informasi apapun tentang Pilkada. Ia kembali meminta agar Edo tidak dulu membawa nama PDI Perjuangan dalam sosialisasi ke masyarakat. 

“Jangan dulu lah Edo bawa-bawa institusi PDI Perjuangan, mekanismenya belum ada. Sekelas ketua DPC aja, yaitu Pak Rana Suparman diam-diam saja. Secara pribadi beliau dekat dengan saya, tapi beliau diam-diam saja. Lalu sekelas bupati, Pak Acep saja yang notabene mantan ketua DPRD dan kader senior PDI Perjuangan, diam-diam saja, kok ini berani mengatakan akan berangkat dari kendaraan PDI Perjuangan? kendaraan yang mana?. PDI Perjuangan itu cuma satu, dipimpin Rana Suparman SSos yang sekarang ketua DPRD,” ketus Yanto. 

Selaku kader PDI Perjuangan yang sangat loyal kepada ketuanya, Yanto menegaskan secara pribadi ia akan menanyakan langsung kepada Rana apakah siap maju atau tidak untuk calon bupati/wabup di Pilkada 2018 nanti, tentunya pertanyaan tersebut akan disampaikan disaat sudah bergulir mekanisme. Jika pun nantinya Rana tidak akan maju, Yanto mempersilakan partai untuk mencari kader terbaiknya. 

“Ya intinya harus ada etikanya lah dipakai. Kalau pun Edo secara pribadi sudah berkomunikasi dengan ketua DPC, itu kan secara pribadi, kalau secara institusi kan tidak ada Edo mengatakan ijin ke DPC. Kalau bertindak dulu baru ijin, ya kurang lucu, ijin dulu dong, kulonuwun dulu, setelah itu baru Edo mau berbuat apapun monggo,” sindirnya lagi sambil berucap ia sama sekali tidak mengenal Edo, disusul perkataan berharap kedepan bupati/wabup dari PDIP bisa memperhatikan kader. (muh) 

Sumber: