Jelang Pilkada 2018, Internal Kandang Banteng Memanas

Jelang Pilkada 2018, Internal Kandang Banteng Memanas

KUNINGAN – Setahun lebih menjelang pelaksanaan Pilkada Kuningan Juni 2018, suhu politik benar-benar sudah memanas. Di internal PDI Perjuangan sudah mulai ada gejolak pasca dipasangnya reklame bando berukuran besar bergambar Muhammad Ridho Suganda SH MSi alias Edo dengan H Aang Hamid Suganda SSos. Apalagi, Bupati H Acep Purnama SH MH langsung berkomentar, bahwa reklame tersebut harus membayar pajak.
\"PDIP
PDIP rapat persiapan pilkada serentak 2018. dok. Rakyat Cirebon
Reaksi tegas yang disampaikan Acep kepada media atas pemasangan reklame tersebut sontak menjadi bahan perbincangan banyak pihak. Adanya “pertunjukan” politik antara Acep dengan Edo yang sama-sama kader PDIP ini, juga mendapat tanggapan sesama kader PDIP lainnya yang juga ketua Fraksi Restorasi-PDIP DPRD, Nuzul Rachdy SE. 

Dalam menyikapi statemen bupati Acep tentang pemasangan bilbord perorangan harus dikenakan pajak, Nuzul mengaku dirinya sangat mengapresiasi niat baik bupati, karena hal ini akan menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, kata Nuzul, sebelumnya Pemda dalam hal ini bupati harus terlebih dulu melihat regulasi, apakah ada perda atau perbub yang mengatur tentang hal itu. 

“Setahu saya Perbub hanya mengatur wajib pajak kepada perusahaan atau jasa komersial. Jadi, kalau setiap gambar orang dikenanakan pajak, itu aturannya yang mana dan cara menghitungnya bagaimana? Kalau belum ada regulasinya ya buat dong sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya,” kata Nuzul saat menghubungi koran ini via telepon selulernya, kemarin (12/3).

Zul, panggilannya, menyangsikan pernyataan bupati dilatarbelakangi dengan aturan yang ada. Sebab menurutnya, jika setiap orang secara pribadi memasang gambar (reklame, red) lalu juga diharuskan membayar pajak, padahal dia sendiri sudah menyewa pemasangan gambar tersebut kepada vendor. Hal itu justru akan menimbulkan kegaduhan karena ini juga akan berpengaruh terhadap pemasangan gambar saat kampanye Pilkada nanti. 

“Kayaknya repot juga kalau setiap orang secara pribadi masang gambar harus dikenakan pajak. Nanti kalau pas kampanye setiap orang yang pasang gambar di baliho harus kena pajak juga dong,” ujarnya.

Berkaitan dengan gambar M Ridho Suganda di bilboard yang ada di beberapa titik strategis di Kuningan, lanjut Zul, untuk melihat apakah itu melanggar atau tidak sebenarnya bukanlah pekerjaan sulit bagi pemda. Semua orang menurutnya bisa mengecek pemasangan gambar tersebut secara langsung apakah menggunakan fasilitas Pemda atau memang milik vendor.

“Tinggal dicek aja apakah itu fasilitas pemda atau milik vendor (perusahaan, red). Kalau itu milik vendor ya urusannya yang bersangkutan dengan vendor tersebut. Rasanya gak mungkin kalau yang masang di vendor sebesar itu tidak bayar. Setahu saya vendor-vendor tersebut setiap tahun melakukan perpanjangan izin ke BPPT (sekarang DPMPTSP, red),” sindirnya.

Untuk itu, Zul yang juga Wakil Ketua Badan Pemenangan (BP) Pemilu DPD PDIP Jawa Barat ini menyarankan agar bupati Acep tidak terlalu reaktif terhadap adanya pemasangan bando Edo tersebut, terlebih dalam berstatemen dipandangnya tidak berdasar. Hal itu menurutnya justru memperlihatkan adanya rivalitas antara Acep dengan Edo menjelang Pilkada 2018 mendatang.

“Sebaiknya Pak Bupati jangan terlalu responsif tentang masalah ini, apalagi dasarnya tidak ada. Terkesan keduanya ada rivalitas menjelang Pilkada 2018. Kita ciptakanlah suasana demokrasi yang sejuk di Kuningan,” sarannya.

Terpisah, aktivis F-Tekkad, Sujarwo BA mengungkapkan, polemik terkait pemasangan bando bergambar Edo yang disinyalir akan maju dalam Pilkada 2018 hendaknya dapat disikapi dengan bijak oleh Bupati H Acep Purnama SH MH yang juga diduga kuat akan kembali maju dalam kompetisi Pilkada nanti. Munculnya statemen bupati yang mengisyaratkan adanya kewajiban dari Edo untuk membayar pajak reklame melalui baligo, telah memicu munculnya kontroversi.

“Yang memprihatinkan, kontroversi tersebut muncul dari internal parpol yang menaungi kedua tokoh tersebut (Acep dan Edo, red). Ini dikhawatirkan akan merugikan partai yang pastinya diharapkan akan menjadi kendaraan politik dari kedua kader tersebut,” ungkap Jarwo.

Yang sangat memprihatinkan lagi, lanjut Mang Ewo, sebutannya, pernyatan bupati selaku pucuk pimpinan eksekutif di Kuningan tidak seirama dengan apa yang disampaikan stafnya, yakni Kepala Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) Dr H Asep Taufik Rohman MPd. Acep sendiri menegaskan harus ada kewajiban membayar pajak reklame dari Edo, sementara Kepala Bapenda justru mengatakan sebaliknya, tidak ada kewajiban untuk membayar pajak dari bando tersebut.

“Sekelas Pak Acep seharusnya bisa menyembunyikan emosi, jangan dicampuradukkan antara kekuasaan dan politik. Yang masang bando atau reklame ini tidak hanya sekarang, sudah sejak lama juga ada baligo raksasa bergambar Hari Tanoesudibjo dan Puti Guntur kok ini tidak dipermasalahkan. Giliran M Ridho masang, kok jadi rame? Ini Nampak keduanya ada rivalitas, padahal dari partai yang sama,” ucap Mang Ewo. (muh)

Sumber: