Tatan: Masyarakat Talaga Bukan Pemberontak

Tatan: Masyarakat Talaga Bukan Pemberontak

MAJALENGKA - Wacana pemekaran wilayah Majalengka antara selatan dan utara, memunculkan nama \"Bantal Cimale\" yang meliputi sembilan kecamatan. Yakni, Bantarujeg, Banjaran, Talaga, Cikijing, Argapura, Cingambul, Maja, Malausma dan Lemahsugih.
\"tatan
Tatan Hartono: Foto: Herik/Rakyat Cirebon
Ketua Umum Padepokan Talaga Manggung, H Tatan Hartono mengatakan, wacana tersebut sebetulnya telah lama beredar di wilayah masyarakat Majalengka Selatan. Ketika wacana tersebut kini mencuat kembali hal itu sudah tidak asing lagi.

\"Kalau memang wacana tersebut harus direalisasikan, maka wilayah selatan Majalengka di sini sudah beredar nama Kabupaten Bantal Cimale. Bantal Cimale ini meliputi Sembilan Kecamatan yakni kecamatan Bantarujeg, Banjaran, Talaga, Cikijing, Cingambul, Malausma, Maja, Argapura dan Kecamatan Lemahsugih,\" jelas Tatan, Kamis (9/3).

Mantan anggota DPRD Majalengka ini bahkan telah mengadakan koordinasi dan komunikasi bersama sejumlah politisi dan sebagian besar tokoh di Majalengka untuk merealisasikan pembentukan Kabupaten Bantal Cimale.

\"Wacana itu pernah didukung keturunan Kerajaan Talaga Manggung yang kini menjadi anggota DPR RI. Oleh karenanya ketika muncul wacana tersebut, maka pembentukan Kota Majalengka di wilayah utara, terus Kabupaten Majalengka tetap ada Majalengka. Kami warga selatan tidak akan mengekor ke sana, kami ingin berdiri sendiri,\" ujarnya.

Tatan mengatakan, satu-satunya yang memiliki historis di Majalengka yakni Kecamatan Talaga. Alasannya karena sejak dulu adanya Kerajaan Talaga Manggung sudah cukup terkenal. Kekuasaan kerajaan sampai ke Kecamatan Kertajati dan Kabupaten Sumedang.

“Apalagi, kecamatan Talaga dulu itu pernah menjadi pusat pemerintahan di zaman kolonial Belanda, walaupun pada saat itu, pusat pemerintahan di pindahkan ke Kecamatan Maja. Artinya Majalengka selatan sudah punya historisnya sendiri,”ungkapnya.

Tatan berpesan, serta berfilosofi bahwa sebagai manusia tidak boleh melupakan sejarah. Apalagi karakter masyarakat Talaga itu pendiam tetapi tidak bodoh. Juga bukan pemberontak. Mereka selalu mengedepankan kemaslahatan rakyat, dengan dibuktikan pemindahan ibu kota dari Talaga ke Kota Majalengka.

”Waktu itu leluhur kami dulu bilang, mungkin karena akses pelayanan dari Talaga jauh, sehingga dipindahkan ke Maja, masyarakat legowo, tidak protes,” jelasnya. Tatan berpendapat, Kabupaten Bantal Cimale akan terealisasi jika memang pelayanan masyarakat di wilayah selatan Majalengka selalu terabaikan dan selalu dinomorduakan.

\"Kami punya sejarah, di wilayah Bantal Cimale banyak tempat wisatanya, seperti Panyaweuyan, air terjun, Puncak Ciremai, kebun teh, potensi sayuran dan lainnya,\" ungkapnya.

Hanya saja, kata dia, hingga saat ini masih menunggu situasi dan kondisi, dan tidak akan melakukan gerakan memaksakan pisah dari Majalengka, saat ini pihaknya masih menghimpun dukungan dari rakyat.

Sementara itu, Tokoh masyarakat di wilayah utara, H Tete Sukarsa justru tidak setuju ketika ada pemekaran wilayah antara selatan dengan utara. 

Alasannya, wilayah selatan sebagai sentra produksi sayuran atau pertanian nantinya akan ada banyak pembangunan infrastruktur, jika hal itu terjadi dampak lingkungan akan berimbas ke wilayah utara.

\"Sementara di wilayah utara, saat ini saja wilayah Ligung selalu mendapatkan limpahan banjir kalau hujan turun dengan intensitas tinggi. Apalagi nanti ketika sudah banyak pembangunan,\" pungkasnya. (hrd)

Sumber: