Demokrat Merasa Sejak Lama Mau Dihabisi
KUNINGAN – Sama halnya seperti apa yang dilakukan Partai Golkar, Partai Demokrat juga resmi menarik salah satu anggotanya dari unsur pimpinan AKD (Alat Kelengkapan Dewan) akibat tidak adanya asas proporsionalitas. Surat penarikan anggota Fraksi Demokrat dari Sekretaris Komisi II DPRD sudah dilayangkan ke pihak Sekretariat Dewan usai DPC Partai Demokrat menggelar rapat khusus di sekretariatnya yang berlokasi di Jalan Baru Cijoho-Purwawinangun, Rabu (18/1).
Didampingi para anggota fraksinya seperti Saldiman Kadir SSos, Hj Titi Noorbandah dan Jajang Nur Amin SHut, Ketua DPC Partai Demokrat Drs H Toto Hartono menegaskan, partainya sejak lama sudah menyuarakan agar dilakukan asas proporsional dalam penentuan AKD.
Tetapi karena tidak diajak bicara dalam penentuan AKD, secara resmi usai rapat DPC, Demokrat sudah melayangkan surat penarikan anggotanya dari posisi Sekretaris Komisi II, yakni Saldiman Kadir SSos.
“Kita pikir yang dilakukan Golkar tidak jauh berbeda dengan Demokrat, semua parpol pun akan seperti itu. Tapi kalau misalkan kami dari Fraksi Demokrat bersikap seperti itu juga, ini tidak berarti kami meniru-niru yang lain, atau tuturut munding (ikut-ikutan, red). Dalam mengatur kepemimpinan di DPRD II, partai pemenang pertama posisi Ketua, Pemenang kedua, ketiga dan keempat Wakil Ketua, kan begitu, seolah-olah ada penghargaan kepada parpol pemenang,” kata Toto.
Dengan adanya rolling AKD yang dianggap tidak proporsional tersebut, pihaknya mengaku hal itu tidak terlalu bermasalah.
Hanya saja ia sangat menyayangkan dalam proses tersebut partainya sama sekali tidak diajak bicara.
Ia sendiri mengetahui akan ada rolling AKD waktu itu berdasarkan informasi dari anggotanya yang ada di Banmus (Badan Musyawarah) dengan sebelumnya tidak ada lobi-lobi politik.
Baru setelah paginya mendapatkan informasi, siang harinya ia mendapatkan surat agar segera mengajukan nama-nama di tiap Komisi untuk diumumkan dalam paripurna internal.
“Kita waktu itu hanya mendapatkan surat agar segera mengajukan nama-nama di tiap Komisi saja untuk diumumkan di paripurna internal, gak ada istilah badami (musyawarah, red) atau apa gak ada, jadi saya diam saja, buat apa. Makanya sekarang kita tarik anggota di unsur pimpinan, ini berdasarkan rapat di DPC, sekaligus ada rolling, diputar. Kami kan belum mengajukan, masih tetap seperti dulu. Intinya tidak jauh beda dengan sikap Golkar, tapi prinsipnya seperti itu, yang menyuarakan proporsional itu dari dulu Demokrat,” terang Toto.
Pihaknya pun menyadari betul pemenang pertama pada Pemilu 2014 itu adalah PDIP, disusul pemenang kedua PAN, ketiga Golkar, keempat PKS, kelima Demokrat, keenam PKB dan ketujuh Gerindra. Menurutnya, urutan parpol pemenang tersebut harus dicatat baik-baik sebagai hasil pemilu dan sebagai pilihan rakyat.
“Kami juga menyadari bahwa Demokrat dibawah PKS, kursinya sama tapi suaranya dibawah PKS. Demikian juga PKB, kursinya sama tapi suaranya dibawah kita. Apalagi Gerindra cuma 4 kursi, tapi kenapa bisa dapat posisi seperti itu. Itulah berdasarkan lobi-lobi yang menurut saya tidak menganut pada asas proporsional. Tapi kita sih sudah tahu dan sudah antisipasi kalau kita mau dihabisi dari dulu. Lalu, apakah ini mencerminkan keadilan, karena kalau kita berbicara Pancasila katanya Pancasilais, ada sila keadilan meskipun keadilan sosial, tapi keadilan juga, apakah adil misalnya partai yang besar dilangkahi partai kecil?,” ujar Toto penuh tanya.
Kalau dalam hal kemampuan, lanjut Toto, tidak ada seorang pun yang berhak menentukan kemampuan di dewan. Termasuk terhadap Demokrat, orang lain tidak berhak menilai tidak mampu, sebab kemampuan itu tergantung kepada diri masing-masing.
Ia pun menanyakan kriteria seperti apa dalam memberikan penilaian kepada seseorang di dewan, karena justru kepemimpinan itu sebenarnya akan dinilai langsung oleh publik.
“Kalau publik menilai Demokrat tidak mampu, mungkin kita introspeksinya luar biasa, akan jadi tantangan besar. Tapi kalau sesama partai politik menyebut tidak mampu, mikir lah. Yang mengatakan itu harusnya mikir. Yang jelas komunikasi di dewan sampai saat ini biasa saja, justru isunya kita dari dulu mau dihabisin. Kita sih ketawa saja, silakan-silakan saja kalau mau dihabisin dalam kepemimpinan, gak masalah. Dewan itu kan kolektif kolegial, gak ada atasan,” tegasnya.
Ditanya apakah Demokrat juga kedepan akan mengkritik habis kebijakan-kebijakan yang tidak relevan di gedung dewan, Toto kembali menegaskan sejak dulu Demokrat merupakan partai penyeimbang, sehingga untuk mengktitisi berbagai kebijakan itu sifatnya wajib.
Hanya saja Demokrat tidak mau melakukan kritik habis-habisan karena selama ini kritik keras sering disuarakan di dalam gedung dewan tanpa berbicara keluar.
“Kita sudah menyadari dari sana-sananya kalau Demokrat itu sebagai partai penyeimbang. Tapi kalau gara-gara ini kita mengkritisi habis, gak seperti itu kita. Dari dulu juga kita berusaha mengkritisi, hanya tidak bicara keras keluar, kalau di dalam kita keras bicara. Tapi kalau sudah diputus buat apa, akhirnya kita biarkan saja. Yang penting kita sudah mengkritisi, sudah mewarnai, didengar atau tidak ya gak maslaah, yang penting tidak ngomong keluar,” tandas Toto. (muh)
Sumber: