Kuwu Segeran Bisa Terima Penelitian, Warga Tetap Menolak
Namun peristiwa pada 1985 masih menghantui masyarakat di Desa Segeran dan Segeran Kidul, Kecamatan Juntinyuat.
Seperti diketahui, survei seismik pernah dilaksanakan di Desa Segeran pada tahun 1985. Bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan itu, tanaman jeruk milik warga setempat mengalami kematian massal. Warga menuding seismik yang menyebabkan hal tersebut terjadi.
Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia, Ary Sudijanto mengatakan, dari hasil penelitian dan kajian tim IPB dan Unwir menyimpulkan survei seismik tidak berpengaruh pada keanekaragaman hayati, khususnya di Desa Segeran.
\"Dari hasil penelitiannya disimpulkan bahwa seismik tidak berpengaruh (pada keanekaragaman hayati, red) dan tidak mengubah tingkat kesuburan,\" jelasnya kepada sejumlah wartawan, kemarin.
Disinggung adanya pertemuan tersebut, menurutnya sengaja dilakukan bersama pihak-pihak terkait dengan mengundang kepala desa dan perwakilan masyarakat yang selama ini menolak survei seismik.
Langkah ini sebagai media untuk menyampaikan hasil penelitian yang dilakukan oleh tim berkompeten.
Dari pertemuan itu, perwakilan masyarakat yang hadir menerima hasil penelitian para pakar dibidangnya tersebut. Namun masih tetap mempertanyakan peristiwa yang terjadi pada tahun 1985 silam.
\"Jadi ini forum baik-baik, bukan untuk memaksakan kehendak. Kami sampaikan apa yang kami miliki, dan mereka (masyarakat, red) juga menyampaikan apa yang menjadi kekhawatirannya,\" kata dia.
Ketua Tim Peneliti IPB, DR Ir Agus Priyono Kartono MSi pun memaparkan hasil penelitian dan kajian yang disimpulkan dalam 4 poin.
Dan pada intinya tidak ada hubungan antara kegiatan seismik dengan tingkat kerusakan tanaman jeruk, mangga, maupun padi sawah.
\"Kegagalan budidaya tanaman hortikultura, terutama jeruk, lebih diakibatkan oleh serangan penyakit yang telah ada sebelum kegiatan seismik dilakukan,\" sebutnya.
Sementara Kuwu Desa Segeran, Sutadi mengaku bisa menerima hasil penelitian yang dilakukan oleh tim IPB dan Unwir tersebut.
Hanya saja, masyarakat di desanya masih trauma dengan kegiatan seismik yang berlangsung pada tahun 1985 silam.
\"Untuk sementara (masyarakat, red) tetap menolak. Tapi yang pasti harus ada win-win solution. Insya Allah masyarakat akan bisa menerima kalau win-win solution bisa diterapkan di desa kami,\" pungkasnya. (tar)
Sumber: