Debunya yang Disebar, “Uang Debunya” Tidak
CIREBON – Masyarakat sekitar Pelabuhan membenarkan jika kompensasi yang dikemas dengan bentuk uang debu tidak pernah sampai ketangan masyarakat.
Hal itu seperti yang disampaikan oleh Ketua RW 01 Pesisir Kelurahan Panjunan, Jafar Sidiq saat dihubungi Rakyat Cirebon, kemarin.
Menurut Jafar, uang debu merupakan salah satu kompensasi yang terpisah daripada Corporate Social Responsibility (CSR).
“Sejak saya jadi RW saya tidak pernah menerima uang debu itu,” akunya.
Padahal, uang debu tersebut dijanjikan oleh para pengusaha dan PT Pelindo II Cabang Cirebon sebagai kompensasi bagi warga yang terdampak polusi dari adanya aktivitas bongkar muat batubara di Pelabuhan Cirebon.
Persoalan uang debu pun sempat muncul kembali jelang penutupan aktivitas bongkar muat batubara, lantaran Pelindo tak kunjung juga membagikan uang debu itu.
Para pengusaha langsung memiliki inisiaiatif untuk langsung membagikan kepada masyarakat.
Namun, RW 01, dikatakan Jafar saat itu tidak menerima uang debu yang dibagikan dari pengusaha.
Pasalnya, diakui Jafar, masyarakat sudah terlalu menderita akibat dari pada dampak debu batubara yang ditimbulkan.
“Kita masih konsisten, kan tahu sendiri kita menolak. Dan, hingga saat ini kita masih menolak,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua RW 05 Kenduruan, Zaki Mubarak menyatakan, pihaknya hanya sempat menerima uang kepedulian yang dibagikan oleh pengusaha.
Dikatakan Zaki, pemberian uang kepedulian warga itu dilakukan jelang penutupan aktivitas bongkar muat batubara sebesar Rp4,7 juta.
Zaki bilang, itu pun hanya dua kali ia menerima. “Pernah terima tapi dua bulan sebelum penutupan. Saya bagikan untuk masyarakat, untuk kesehatan masyarakat, orang yang meninggal dan sebagai pengganti uang tebus raskin,” akunya.
Zaki juga mengakui, sebelumnya masyarakat RW 05 tidak pernah mendapatkan uang debu. Meski perjanjian atas pemberian uang debu itu sudah diteken oleh pengusaha dan PT Pelindo II Cabang Cirebon pada 2006 silam.
“Kalau dulu tidak pernah dapat. Waktu dua bulan terkahir sebelum penutupan saja dan itu juga ada dua RW yang menolak. Karena waktu itu ada pro kontra soal penutupan aktivitas bongkar muat batubara, kan tahu sendiri,” katanya.
Uang debu yang diterimanya itu, sambungnya, langsung dari pengusaha batubara bukan melalui PT Pelindo. Zaki pun mengatakan, jika aktivitas bongkar muat batubara di Pelabuhan Cirebon dibuka kembali, seharusnya dipisahkan antara uang debu dan CSR, dan tidak macet seperti dulu.
“CSR juga harus gede dong. Karena pendapatan Pelindo kan gede juga. Kompensasi dampak debu ini jangan disamakan dengan CSR,” ucapnya.
Dia juga menerangkan, disetiap RW yang ada di Panjunan, setiap tahunnya hanya menerima sembako yang dibagikan oleh PT Pelindo. Hal tersebut, menurutnya, bukan kompensasi dampak debu batubara.
Seperti yang kita ketahui, pada Maret lalu Asosiasi Pengusaha Batubara Cirebon (APBC) membagikan uang debu dengan bentuk uang kepedulian kepada sejumlah RW. Seperti di Rw 05 yang menerima sebanyak Rp4,7 juta.
Sementara untuk RW yang menerima uang kepedulian paling besar adalah RW 10 Panjunan. Dari data yang dipegangnya, RW 10 menerima sebanyak Rp24 juta. Sementara untuk RW 7 hanya Rp800 ribu, dan RW 9 sekitar Rp1,6 juta. Zaki menambahkan, untuk rukun nelayan mencapai Rp3,6 juta. (man)
Sumber: