Sudah Punya Cucu, Baru Punya Buku Nikah

Sudah Punya Cucu, Baru Punya Buku Nikah

Senyum mengembang terlihat dari sepasang suami istri berusia senja. Pernikahan Samli (62) dan Tariyah (50), warga Kampung Kedungkrisik Kelurahan Argasunya Kecamatan Harjamukti itu, akhirnya bisa diakui negara.
\"walikota
Walikota Nasrudin Azis pegang buku nikah. Foto: Fajri/Rakyat Cirebon

PASANGAN yang sudah memiliki dua anak dan satu cucu itu kini mengantongi buku nikah.
Samli dan Tariyah merupakan satu dari 21 pasangan suami istri yang pernikahannya belum tercatat secara resmi di Kantor Urusan Agama (KUA).

Mereka dinikahkan secara masal di Gedung Korpri Kota Cirebon, Selasa (19/7).
Hampir semua pasangan sudah lama berumahtangga, bahkan ada yang sudah 31 tahun hidup bersama dan memiliki cucu.

Samli dan Tariyah diketahui sudah menikah sejak 1985 silam. Pernikahannya dilakukan secara siri atau nikah kiai.

Selain karena kebiasaan masyarakat sana, diakui Samli, faktor ekonomi juga menjadi penyebab dirinya tak menikah melalui KUA.

“Selain tradisi, kami juga tidak punya cukup uang untuk menikah di KUA,” katanya.

Sementara itu, Walikota Cirebon, Drs Nasrudin Azis SH mengakui, di wilayah Kelurahan Argasunya dengan tradisinya yang masih kuat, masih banyak yang menikah hanya cukup di depan kiai.

Untuk itu, Azis mengapresiasi kegiatan sosial berupa pernikahan massal dari aspek pencatatan negara dan khitanan massal yang digelar Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) dan Koordinator Kegiatan Kesejahteraan Sosial (K3S) Kota Cirebon.

Menurutnya, buku nikah merupakan dokumen penting yang harus dimiliki pasangan yang sudah menikah.

“Buku nikah kan bukan sekadar surat, namun itu merupakan dokumen yang juga memberikan kepastian hukum kepada pasangannya dan anak-anaknya,” katanya.

Dikatakan Azis, melalui pernikahan resmi diharapkan akan tercipta kehidupan sosial yang tertata. “Karena jika disembunyikan dikhawatirkan akan muncul permasalahan di suatu hari, seperti lari dari tanggung jawab terhadap istri dan anak yang lahir dari pernikahan tersebut,” katanya.

Pernikahan, lanjut Azis, harus diatur sedemikian rupa agar tidak mengakibatkan kebingungan dan ketidakjelasan.

“Salah satu aturan itu adalah perlunya pernikahan yang dilangsungkan tersebut dicatat dan memiliki akta nikah yang resmi sehingga sesuai dengan norma yang berlaku,” tandasnya.

Sementara itu, Hj Maemunah MSi, Sekertaris K3S Kota Cirebon, mengungkapkan, kegiatan nikah masal dilakukan untuk meningkatkan derajat dan martabat keluarga yang tidak mampu.

“Tentunya melalui ikatan perkawinan yang sah secara hukum. Sehingga nantinya diharapkan agar masa depan orang tua dan anak-anaknya bisa sejajar dengan keluarga lain. Serta yang terpenting bisa terdaftar sebagai keluarga yang tercatat di Kantor Urusan Agama,” paparnya.

Selain itu, lanjutnya, juga untuk membantu program pemerintah agar masyarakat sadar hukum dan meminimalisasi nikah usia dini, nikah adat atau nikah yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan Republik Indonesia.

“Selain nikah masal juga khitanan masal,” katanya. (nurul fajri)

Sumber: