RAKYATCIREBON.ID, CIREBON - Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cirebon batal disahkan. Pasalnya, agenda paripurna diakhir masa jabatan DPRD periode 2019-2024 itu tidak kuorum.
Padahal kata Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, HM Luthfi MSi, proses pengesahan RTRW ini telah memasuki tahap persetujuan substansi (Persub) dari Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), yang dinyatakan sudah hampir final.
"Rapat tidak kuorum. Direncanakan akan disahkan pada periode anggota dewan selanjutnya. Prosesnya sudah mencapai tahap kelima, yaitu persetujuan substansi dari Menteri ATR yang telah keluar," kata Luthfi pada Jumat 13 September 2024.
Luthfi menjelaskan bahwa meski pengesahan substansi sudah mencapai 99 persen, pengesahan formal masih terhambat karena DPRD belum mencapai kuorum. Ia juga menekankan bahwa jika DPRD Kabupaten Cirebon tidak bisa kuorum dalam dua bulan ke depan, maka proses pengesahan RTRW ini akan ditarik ke tingkat kementerian, seperti yang terjadi di Kota Cirebon.
"Persub ini sudah mengunci 99 persen. Tidak bisa dibongkar lagi, tinggal disahkan saja. Kalau DPRD Kabupaten Cirebon tidak bisa kuorum dalam dua bulan ke depan, maka proses ini akan diambil alih oleh kementerian, seperti di Kota Cirebon," tambahnya.
Selain RTRW, Raperda Bantuan Hukum untuk Masyarakat Miskin juga mengalami penundaan akibat tidak kuorumnya rapat. Raperda tersebut dijadwalkan akan disahkan pada masa persidangan pertama tahun 2024-2025.
Pembangunan Berkelanjutan dan Kesinambungan Tata Ruang
Luthfi juga menegaskan bahwa pembangunan di Kabupaten Cirebon tidak bisa dibatasi oleh periodisasi. Menurutnya, pembangunan adalah proses jangka panjang yang membutuhkan kesinambungan, bukan hanya selama lima tahun masa jabatan. Ia mencontohkan bahwa fondasi pembangunan sudah diletakkan oleh Bupati sebelumnya, dan Penjabat (Pj) Bupati saat ini memperkuatnya.
"Politik pembangunan tidak bisa dibatasi oleh periodisasi. Pembangunan bukan hanya lima tahunan, tetapi melihat 20 tahun ke depan. Kita semua punya tanggung jawab yang sama untuk memajukan Kabupaten Cirebon," jelas Luthfi.
Dalam konteks RTRW, Luthfi menyebut bahwa 80 persen kebijakan tata ruang Kabupaten Cirebon mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah pusat, termasuk perlindungan lahan sawah baku seluas 48 ribu hektar yang harus dipenuhi untuk ketahanan pangan nasional.
Pengurangan Lahan Industri dan Perlindungan Lahan Pertanian
Salah satu dampak kebijakan pusat adalah pengurangan kawasan industri sebesar 4 ribu hektar di Kabupaten Cirebon. Saat ini, luas wilayah industri yang ditetapkan dalam RTRW baru adalah 5.700 hektar, berkurang dari 9.900 hektar. Kawasan industri ini akan dikonsolidasikan menjadi lima zonasi besar untuk meningkatkan efisiensi dan konektivitas.
"Kawasan industri yang tersebar di 16 kecamatan tidak efektif. Kami kumpulkan menjadi lima zonasi besar untuk mengefisienkan pembangunan infrastruktur dan konektivitas," ungkap Luthfi.
Lima zonasi kawasan industri itu, meliputi Kanci, Losari, Pabedilan, sebagian di Gebang dan sebagian di Plumbon. Kelimanya itu, dijadikan sebagai kawasan industri ketenagalistrikan dan manufaktur.
Selain itu, ruang untuk sektor peternakan di Kabupaten Cirebon juga mengalami penyesuaian. Lahan untuk peternakan, yang sebelumnya seluas 1.600 hektar, kini hanya tersisa 84 hektar. Hal ini disebabkan kebijakan Jawa Barat yang memasukkan sektor peternakan ke dalam Kawasan Usaha Pertanian.
Meski ada berbagai penyesuaian dalam tata ruang, Luthfi menegaskan bahwa fokus utama pembangunan di Kabupaten Cirebon tetap pada kesejahteraan masyarakat. "Apa pentingnya politisi mendapatkan prestise jika masyarakat tidak merasakan kesejahteraan?" pungkasnya. (zen)