Nasib Pilu Warga Sekitar PLTU Cirebon

Rabu 18-12-2024,14:48 WIB
Reporter : Hasanudin
Editor : Iim Abdurahim

 

“Ini telah memicu lonjakan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 40% pada anak-anak di wilayah terdampak sejak 2018. Keluhan pernapasan kronis dan asma dilaporkan oleh lebih dari 30% warga di desa-desa sekitar PLTU,” ujar Adhinda, Rabu 4 Desember 2024. 

 

Limbah cair yang dibuang PLTU mengandung logam berat seperti merkuri dan arsenik, mencemari saluran air. Riset KARBON (2023) menemukan kadar merkuri di perairan lokal melebihi batas aman hingga 3 kali lipat. Tanah pertanian juga mengalami penurunan kualitas akibat deposisi sulfur dari limbah pembakaran.

 

Dampak Mulai Terasa Sejak 2008

 

Awal 2007, rencana pembangunan PLTU di Cirebon mulia mencuat di masyarakat, khususnya yang akan paling merasakan dampaknya, yaitu masyarakat Kanci Kulon. Sekitar Februari 2007, ada pertemuan antara pemerintah daerah, pemerintah desa, para pemilik tanah, dan perwakilan masyarakat. Ketua Rakyat Penyelamat Lingkungan (Rapel), Aan Anwarudin mengetahui pertemuan itu dari koleganya yang wartawan.

 

Ternyata, para calo tanah pun ikut hadir pada pertemuan yang diniatkan untuk sosialisasi pembangunan PLTU kepada warga. Dalam pertemuan itu, pemerintah daerah menanyakan kepada warga, apakah mereka setuju jika lahan mereka yang dimanfaatkan untuk tambak garam, tambak ikan/udang, pembuatan terasi, hingga lahan pertanian dibebaskan untuk pembangunan PLTU. 

 

“Yang bilang setuju pada saat itu adalah para calo. Sedangkan warga pada kebingungan PLTU itu apa, nanti seperti apa,” cerita Aan.

 

Setelah pertemuan itu, kata Aan, masyarakat mulai menadapatkan intimidasi agar melepaskan tanah-tanah mereka untuk pembangunan PLTU Cirebon 1 yang jadi program pemerintah. Aan merupakan salah seorang yang vokal menolak PLTU hingga hari ini.

 

BACA JUGA:CCTV Gedung DPRD Kabupaten Cirebon Aktif, Kasus Mahmud Jawa Masih Diselidiki Kepolisian

Kategori :