
CIREBON - Setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila—hari yang menandai fondasi ideologis berdirinya negara Indonesia.
Lebih dari sekadar tanggal historis, momen ini merupakan ajakan untuk merenungkan kembali arah perjalanan bangsa.
Di tengah arus globalisasi, tantangan multikulturalisme, krisis identitas, -dan lain sebagainya-, muncul pertanyaan yang mengusik: apakah nilai-nilai Pancasila masih hidup dan mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya di kalangan generasi muda? Untuk menjawab pertanyaan ini, nampaknya kita harus melihat ke dalam sistem pendidikan kita.
Sebab pendidikan adalah ruang strategis tempat nilai-nilai dasar bangsa dibentuk, diwariskan, dan dihidupkan.
BACA JUGA:Makin Mudah dan Cepat, Nasabah Kini Bisa Apply Kartu Kredit Easy Card Lewat Website Resmi BRI
Pancasila sebagai dasar negara seharusnya menjadi landasan utama dalam membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
Namun sayangnya, pendidikan kita masih belum sepenuhnya berhasil menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup yang nyata dan fungsional.
Nilai-nilai luhur Pancasila masih sebatas hafalan, bukan kesadaran. Banyak dari pemelajar mampu menyebutkan lima sila secara urut, tetapi tidak semua mampu memahami makna terdalam dari setiap sila, apalagi menerapkannya dalam perilaku sehari-hari.
BACA JUGA:Eka Novianto Terpilih sebagai Ketua PGRI Kota Cirebon Periode 2025–2030
Ini mencerminkan adanya jurang antara pengetahuan dan pengamalan, antara retorika dan realita.
Dalam konteks ini, pemikiran Yudi Latif sangat relevan untuk direnungkan.
Dalam bukunya Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (2011), ia menyebut bahwa Pancasila adalah “nilai-nilai yang bersifat integratif dan transformatif.”
Menurutnya, Pancasila bukan sekadar hasil perumusan ideologis, melainkan kristalisasi dari nilai-nilai hidup bangsa Indonesia yang telah tumbuh jauh sebelum kemerdekaan.
BACA JUGA:Polres Cirebon Kota Gelar Penyuluhan Bahaya Kenakalan Remaja di SMAN 4 Kota Cirebon
Pancasila adalah identitas kultural sekaligus arah moral bangsa. Maka, ketika pendidikan gagal menginternalisasi nilai-nilai ini, berarti pendidikan telah gagal dalam menjalankan salah satu fungsi utamanya: menciptakan warga negara yang beradab dan bertanggung jawab.