RAKYATCIREBON.ID - Pemenuhan hak-hak perempuan dan buruh migran menjadi isu penting yang terus bergulir di wilayah Cirebon dan Indramayu. Mengingat, Indramayu dan Kabupaten Cirebon menjadi daerah terbanyak pertama dan ketiga di Indonesia yang mengirim buruh migran ke luar negeri (LN).
DirekturWCC Mawar Balqis, Dra Hj Masrokhah mengatakan, sesuai data yang dimilikinya, Kabupaten Indramayu menjadi daerah yang paling banyak mengirim pekerja migran ke luar negeri. Baru di urutan ketiga adalah Kabupaten Cirebon
“Ini data nasional. Oleh karena itu, perlu komitmen bersama semua pihak, baik pemerintah, DPR, maupun pihak-pihak yang peduli terhadap isu mengenai pemenuhan hak-hak buruh migran. Sejalan dengan itu, hak-hak perempuan di semua lini juga harus dijamin oleh negara,” ungkapnya pada seminar tentang pemenuhan hak-hak perempuan dan buruh migran, di salah satu hotel di Kedawung, Kabupaten Cirebon, Jumat (11/6).
Seminar tersebut digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bekerjasama dengan WCC Mawar Balqis atas inisiasi Anggota Komisi VIII DPR RI, Hj Selly Andriany Gantina AMd.
Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina menyampaikan, urgensi seminar tersebut di antaranya sebagai sarana sosialisasi kebijakan KemenPPPA. “Karena selama ini, hak-hak perempuan dan buruh migran masih kurang tersosialisasikan secara baik sampai ke tingkat bawah,” jelasnya.
Politisi PDI Perjuangan dari Dapil VIII Jawa Barat (Cirebon-Indramayu) itu menilai, kepastian untuk terpenuhinya hak-hak perempuan dan buruh migran bukan hanya menjadi kewenangan KemenPPPA.
“Tapi ada lembaga lain yang harus disinergikan. Termasuk perangkat di grass root. Seperti tokoh agama, tokoh masyarakat dan lainnya,” kata Selly.
Berdasarkan informasi yang dihimpunnya, setiap terjadi persoalan sosial di tengah masyarakat, orang di sekitar korban terkadang tidak tahu. Padahal masalah sosial bukan hanya persoalan keluarganya, melainkan semua pihak.
“Maka butuh kesadaran kolektif untuk mengantisipasi dan menanganinya,” kata mantan wakil bupati Cirebon itu.
Di sisi lain, Selly juga menyampaikan mengenai perkembangan pembahasan RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Disampaikannya, RUU PKS masuk pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun ini. Dalam waktu dekat akan segera dibentuk panja atau pansus yang dibahas oleh Badan Legislasi Nasional (Balegnas) DPR RI.
“Mudah-mudahan sebelum bulan Oktober tahun ini. Artinya masih ada waktu sampai masa persidangan berikutnya. Saya butuh support dari semua pihak yang concern di isu ini. Sehingga bisa mengampanyekan bersama-sama secara masif, karena kekerasan seksual ini persoalan yang tidak bisa ditoleransi,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Manager Program WCC Mawar Balqis, Saadah menambahkan, selama pandemi Covid-19, pada 2021 sejak Januari sampai saat ini, masih banyak terjadi kekerasan terhadap perempuan di tengah masyarakat.
“Meskipun tidak setinggi dibanding tahun kemarin. Bukan berarti jumlah kasus kekerasan menurun. Melainkan korban mengalami kendala pada akses pelaporan,” katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, akses layanan juga banyak terkendala. Misalnya pelayanan di Pengadilan Agama dan rumah sakit yang beberapa kali tutup karena kasus Covid-19. “Seperti di antaranya juga karena kedekatan korban dan pelaku, sehingga menghambat korban untuk laporan. Memang yang banyak masuk itu KDRT dan kekerasan seksual,” katanya. (jri)