“Hal ini menunjukkan bahwa basis pengalokasian anggaran pemerintah memang kurang realistis, atau tak jelas basisnya.” Ungkap Fadli.
Ketiga, lanjut dia perlindungan sosial untuk rakyat kecil justru dikurangi. “Kalau kita lihat postur RAPBN 2021, anggaran Kementerian Sosial (Kemensos) tahun 2021 “hanya” berjumlah Rp92,82 triliun, alias turun dari anggaran tahun ini Rp134 triliun.” Katanya.
Dia menilai, dengan adanya penurunan kembali tahun depan, berarti sejak pandemi ini muncul pemerintah telah dua kali menurunkan nilai bansos. Semula, pemerintah memberikan bansos senilai Rp600 ribu per KPM.
Jumlah ini kemudian diturunkan menjadi Rp300 ribu. Dan tahun depan akan kembali dipangkas menjadi Rp200 ribu.
Secara keseluruhan, alokasi anggaran perlindungan sosial terkait pandemi memang menurun. Dalam APBN 2020 pemerintah menganggarkan Rp203,9 triliun. Namun, dalam RAPBN 2021 anggarannya tinggal Rp110,2 triliun.
“Terus terpangkasnya bantuan tunai untuk masyarakat memang ironis. Mengingat, di sisi lain pidatonya Presiden menyebut kunci pertumbuhan ekonomi kita saat ini adalah konsumsi rumah tangga.” Ujar Fadli.
“Bagaimana rakyat bisa menambah konsumsinya, jika mereka kehilangan pekerjaan, kehilangan penghasilan, dan juga kehilangan bantuan sosial dari pemerintahnya?” sambung anak buah Prabowo ini.
Dan keempat, kata dia, serapan belanja pemerintah sangat rendah. Kementerian Keuangan menyebutkan, hingga akhir Juli kemarin, realisasi belanja untuk PEN baru mencapai 19 persen, atau sekitar Rp136 triliun dari total Rp695 triliun yg dianggarkan.
Itu serapan yang sangat rendah. Padahal, di sisi lain pemerintah telah diberi “kekebalan hukum” dalam mengalokasikan dan menggunakan anggaran
“Jika serapan belanja pemerintah hingga kuartal kedua saja serendah itu, maka proyeksi bahwa pertumbuhan ekonomi kita bisa kembali ke angka 5 persen tahun depan adalah proyeksi yang terlalu muluk.” Pungkas Fadli Zon. (dal/fin).