KPAID Jadwalkan Jenguk Korban Dugaan Pelecehan Seksual Terhadap Anak Dibawah Umur
JADWALKAN. Ketua KPAID Kabupaten Cirebon, Hj Fifi Sofiyah menjadwalkan untuk menjenguk korban dugaan pelecehan seksual. FOTO : DOC/RAKYAT CIREBON--
CIREBON, RAKYATCIREBON.DISWAY.ID – Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Cirebon, langsung menjadwalkan menjenguk anak dibawah umur yang diduga menjadi korban pelecehan seksual di Kecamatan Weru Kabupaten Cirebon.
Itu disampaikan Ketua KPAID Kabupaten Cirebon Hj Fifi Sofiyah ketika dikonfirmasi Rakyat Cirebon, Senin 15 September 2025. Kata Bunda Fifi--sapaan untuknya, dirinya sudah mengetahui kasus tersebut.
"Bunda akan ke lokasi besok," ujar Hj Fifi Sofiyah, yang akrab disapa Bunda Fifi, saat dikonfirmasi Rakyat Cirebon, Senin 15 September 2025.
KPAID berkomitmen mengawal kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur hingga tuntas. Memastikan perlindungan terhadap korban. Lebih-lebih ketika diketahui pelakunya, diduga merupakan oknum salah satu pendidik yang masih aktif.
Sebagai informasi, dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Cirebon kembali mencuat setelah salah satu keluarga korban berani speak up di media.
Pelakunya, diduga merupakan seorang pendidik SDN sekaligus anggota BPD di Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon. Korbannya banyak, sampai 9 orang.
Tarbani, orang tua salah satu korban mengaku baru mendengar anaknya menjadi korban, setelah keluarga korban lainnya menyampaikan keluhan. Bahwa anaknya pernah dilecehkan. Benar saja, anaknya pernah mendapat perlakuan kurang baik. Dilecehkan oleh gurunya sendiri.
"Saya tanya, ternyata benar anak saya juga pernah dilecehkan," katanya, ketika ditemu Rakyat Cirebon, Senin 15 September 2025.
Disinggung soal kondisi anaknya Tarbani menyebut mengalami trauma. Selalu menangis, ketakutan saat mengingat kejadian.
"Kalau kegiatan sehari-harinya sih, biasa saja. Tapi kalau ditanya seputar kejadian, anak selalu nangis. Terbawa suasana. Trauma. Takut. Soalnya pas kejadian, anak saya sendirian," katanya.
Ia menceritakan pengakuan pihak korban lainnya. Pelaku pernah ditemui. Sayangnya, sikap pelaku biasa saja. Tidak ada penyesalan atau memohon permintaan maaf. Alibinya, yang dilakukan sebagai ekspresi rasa sayang terhadap cucunya.
Maklum, kebanyakan dari korbannya itu masih ada keterikatan hubungan keluarga dengan pelaku. Apapun dalihnya, itu tidak bisa dibenarkan. Menurutnya seorang pendidik, merupakan teladan. Pengayom bagi anak didiknya.
Oleh karenanya, Tarbani menginginkan pelaku diberikan sanksi berat. Statusnya tidak diaktifkan di sekolah tempat anaknya belajar. Pindah atau pensiun. Khawatir, mengulang atau menimbulkan trauma berlebih kepada korban.
"Kalau yang lain saya kurang tau. Kan banyak korbannya. Ada juga salah satu korbannya itu, anaknya polisi. Saya cukup, pelaku tidak lagi ke sekolah," katanya.
Menurutnya, seorang pendidik harusnya menjadi peneduh. Pemberi rasa aman bagi anak didiknya. Bukan malah sebaliknya. Memberikan dampak negatif.
"Namanya guru, dia itu teladan. Kalau tidak, ngga mencerminkan seorang guru. Guru itu, digugu dan ditiru," katanya.
"Sekarang ada pendidikan seks sejak dini. Jangan dijadikan dalil, untuk membenarkan perilakunya. Harusnya memberikan rasa aman, bukan malah bikin trauma," tukasnya. (zen)
Sumber: