Limbah Dapur MBG Jangan Dianggap Sepele, DLH Buka Ruang Komunikasi dengan SPPG

Limbah Dapur MBG Jangan Dianggap Sepele, DLH Buka Ruang Komunikasi dengan SPPG

SIAP. Kadis DLH Kabupaten Cirebon, Dede Sudiono mengaku siap membuka komunikasi terkait pengelolaan limbah dapur MBG. FOTO : ZEZEN ZAENUDIN ALI/RAKYAT CIREBON--

CIREBON, RAKYATCIREBON.DISWAY.ID – Limbah dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) jangan dianggap sepele. Sedini mungkin harus diantisipasi. Kalau dibiarkan, berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jika tidak segera ditangani.

Sejauh ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Cirebon belum menerima komunikasi terkait penanganan limbah dapur MBG. Padahal, Se-kabupaten Cirebon, sudah ada 45 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang telah beroperasi.

“Sampai sekarang belum ada komunikasi dari pihak SPPG kepada kami terkait pengelolaan limbah dapur MBG," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon, Dede Sudiono ST MSi, Kamis (9/10).

Dede--sapaan akrabnya menegaskan, DLH siap membuka ruang komunikasi dengan SPPG maupun instansi terkait lainnya untuk membahas pengelolaan limbah dapur MBG secara berkelanjutan. Bahkan, pihaknya mendorong agar segera ada nota kesepahaman (MoU) sebagai dasar kerja sama teknis.

“Kalau ada MoU, kami sangat siap memberikan arahan teknis. Ini penting agar pengelolaan sampah, khususnya limbah dapur MBG, bisa berjalan optimal dan ramah lingkungan,” katanya.

Menurutnya, limbah dapur MBG memiliki potensi besar untuk diolah menjadi maggot. Saat ini banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak bernilai ekonomi tinggi. Pemanfaatan limbah organik semacam ini sejalan dengan konsep ekonomi sirkular yang tengah didorong pemerintah.

“Limbah MBG cocok untuk bahan makanan maggot. Selain bisa mengurangi volume sampah organik, hasil budidaya maggot juga bisa memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat,” jelas Dede.

DLH melihat koordinasi SPPG masih lebih banyak dilakukan dengan Dinas Kesehatan. Itu terkait dengan pemenuhan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) sesuai arahan Kementerian Kesehatan.

Karena itu, DLH berencana melakukan pendekatan aktif kepada para pemangku kepentingan, termasuk pengelola SPPG.

“Ke depan kami akan jemput bola, lakukan pendekatan langsung ke instansi terkait agar pengelolaan limbah ini tidak terabaikan,” tambahnya.

Sebagai bentuk komitmen, DLH juga menyatakan siap mendampingi para pengelola dapur MBG dalam hal teknis pengelolaan limbah. Pendampingan tersebut mencakup proses pengumpulan, pemilahan, hingga pemanfaatan limbah agar tidak mencemari lingkungan dan memberikan manfaat ekonomi.

“Kami tidak ingin limbah MBG ini menjadi masalah di kemudian hari. Kalau dikelola dengan baik, justru bisa jadi peluang usaha baru,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Pusat Studi Agama, Lingkungan dan Sosial (Pusals) ISIF Cirebon, Abdul Malik, mengingatkan agar program MBG tidak hanya fokus pada aspek gizi dan keamanan pangan. Tetapi dampak lingkungannya pun harus diperhatikan.

“Limbah dapur yang dihasilkan bisa menjadi ancaman baru bagi lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Ancaman itu bukan hanya potensi keracunan makanan, tapi juga limbah cair seperti minyak jelantah, sabun, dan zat kimia lainnya,” kata Malik.

Ia menambahkan, saat ini volume limbah MBG masih tergolong kecil dan bisa ditangani oleh masyarakat. Namun, jika program ini diperluas secara masif, limbah yang dihasilkan bisa mencapai ratusan hingga jutaan ton per hari.

Karena itu, Malik mendorong Badan Gizi Nasional (BGN) tidak hanya mengevaluasi dari sisi gizi, tapi juga menetapkan standar pengelolaan limbah MBG serta memberikan edukasi kepada pengelola dapur.

“Kalau dikelola secara benar, justru bisa menciptakan ekosistem lingkungan yang sehat dan membuka peluang ekonomi baru,” pungkasnya. (zen)

Sumber: