Idul Fitri yang Suci dan Manusiawi
--
Bahkan tidak sedikit yang kemudian melakukan ritual harakiri untuk “mempertanggungjawabkan” kesalahannya. Menteri Pertanian Jepang Toshikatsu Matsuoka, misalnya, harakiri (bunuh diri) di tahun 2007 karena tuduhan korupsi yang nilainya hanya puluhaan ribu dolar AS. Bunuh diri ini terjadi karena tidak kuat menanggung malu akibat tindakan korupsinya. Bagi orang Jepang prinsip “Tindakan adalah cermin pribadi seseorang” telah menjadi fatsun kultural yang telah meresap dalam hati.
Di sini, orang melihat kebaikan seseorang tidak dari agama dan ideologinya. Tapi dari perbuatannya. Seperti dikatakaan Dalai Lama, pimpinan spiritual agama Budha Tibet, bahwa agama apa pun yang bisa membuatmu “lebih welas asih, lebih berpikir sehat, lebih adil, lebih humanis, lebih bertanggungjawab, dan lebih beretika” itulah agama terbaik.
Apa yang diucapkan Dalai Lama di abad ke-21 ini, sebetulnya telah ditunjukkan Nabi Muhammad yang membawa agama hanif di abad ke-7. Agama hanif itulah yang kemudian terkenal dengan nama Islam.
Sayangnya dalam praktik kehidupan sehari-hari, sering terjadi nuansa kehanifan islam (i kecil, islam dengan makna damai, salam, dan selamat) terdegradasi menjadi Islam (I besar, Islam sebagai identitas dan bendera) yang mengedapankan politik kekuasaan.
Dampaknya, Islam yang fitri terdisrupsi menjadi Islam yang anarki. Islam anarki ini lebih melihat kejayaan Islam dari aspek “kulit” ketimbang “isi hati nurani”. Padahal, Islam yang dibawa Nabi Muhammad bisa berkembaang di Jazirah Arab saat itu karena ajarannya mampu menaklukkan hati masyarakat padang pasir yang keras dan tribalis. Islam yang fitri, suci, dan mengembangkan ajaran kasih yang dibawa Nabi berhasil menaklukan hati bangsa Arab yang anarki dan tribalis tadi.
Dalam konteks inilah, Prof. Dr. Yudian Wahyudi, intelektuaal muslim alumnus Harvard University AS, menyatakan Pancasila – ideologi bangsa Indonesia yang universalitasnya diakui dunia – acap tercemar oleh pemikiran sempit sekelompok Islam yang mengusung pandangan radikal dan anarkis. Padahal Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa sejalan dengan pandangan-pandangan universalisme Islam. Tepat apa yang dinyatakan ulama besar almarhum KH Maimun Zubair bahwa Islam dan Pancasila adalah satu tarikan nafas bagi bangsa Indonesia.
Akhirnya di hari Idul Fitri ini, umat Islam setelah berpuasa “seperti kepompong” telah lahir kembali ke dunia yang sebenarnya dengan persiapan hati yang bersih dan kental rasa manusiawi.
Selamat Hari Raya Idul Fitri. Semoga Allah menyucikan hati kita dalam mengarungi kehidupan dunia yang penuh godaan fana ini. *
Sumber: