Jual Tanah Tak Kunjung Dilunasi, Berujung Gugatan di Pengadilan

Jual Tanah Tak Kunjung Dilunasi, Berujung Gugatan di Pengadilan

Pemilik lahan seluas 23 ribu meter persegi di Desa Mundu Mesigit, H Slamer Riyadi menunjukkan akta perdamaian yang masih belum menemui kesepakatan karena ada beberapa poin yang ditolaknya.--

RAKYATCIREBON.ID, KEJAKSAN - Praktek jual beli tanah yang tak sesuai dengan perjanjian kembali terjadi, kali ini, jual beli tanah yang tak sesuai dengan perjanjian yang sudah dibuat menimpa H Slamet Riyadi selaku pemilik lahan.

Diceritakan H Slamet, berawal pada April tahun 2020 lalu, saat itu ia bermaksud menjual satu hampar tanah miliknya dengan enam sertifikat di Desa Mundu Mesigit, Kecamatan Mundu.

"Saya punya enam sertifikat, satu hamparan, luasnya sekitar 23 ribu meter persegi," ungkap H Slamet memulai kronologinya dengan didampingi Kuasa Hukum Non Litigasinya, kemarin.

Saat itu, seseorang bernama Untung Subagja berminat, dan melalui aparat desa sebagai mediator, terjadilah tawar menawar harga.

Namun saat itu, kesepakatan gagal karena beberapa hal, diantaranya, H Slamet melihat calon pembeli kurang serius membeli tanahnya.

Kemudian di bulan Mei 2020, lanjut H Slamet, ada calon pembeli lain, H Tince yang merupakan Ibu Rumah Tangga, lalu tawar menawar hingga tercapai kesepakatan harga senilai 4,6 milyar, dengan dibuatnya Pengikatan Perjanjian Jual Beli (PPJB).

Saat itu, sesuai dengan PPJB, pembayaran akan dilakukan dalam empat termin, yakni termin pertama saat itu dengan membayarkan DP sebesar 200 juta, termin kedua bulan September, termin ketiga bulan Desember dan termin keempat bulan Maret 2021.

Namun setelah membayarkan DP, H Slamet pun mencium keanehan, karena setelah melunasi termin pertama, kata H Slamet, sang pembeli mengaku bahwa ia adalah istri dari calon pembeli sebelumnya yang gagal negosiasi dengannya.

"Terjadi PPJB, terjadi transaksi, dp 200 juta, 100 kes 100 cek, tapi setelah transaksi pertama, Tince mengaku bahwa H Untung itu suaminya," kata H Slamet.

Ia tak ambil pusing saat itu, namun ia mulai mencium keanehan lain, saat September, waktu termin kedua pembayaran tak kunjung dibayarkan, bahkan sampai Maret 2021, yang seharusnya termin terakhir pembayaran, tak kunjung ada pembayaran.

Setelah sempat dikomunikasikan, sebagai bentuk itikad baik, lanjut H Slamet, pihak pembeli sempat menyerahkan satu ruko, satu unit mobil dan cek sebesar 70 juta yang dimaksudkan untuk mencicil pembayaran.

"Tiga bulan kemudian mobil saya kembalikan," ujar H Slamet.

Lama-lama kesal karena penagihan tak kunjung ada pembayaran, kekesalan H Slamet memuncak, karena pada tahun 2021, ia mengetahui bahwa sudah muncul Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah yang ia jual dan pembayarannya belum selesai, akhirnya, setelah melakukan berbagai upaya mediasi namun tak kunjung berhasil, pada April 2022 lalu, H Slamet melayangkan gugatan perdata kepada PN Sumber.

Terlebih mengenai keanehan munculnya SHM, padahal pembayaran belum lunas, bahkan selain SHM, lahan seluas 23 meter persegi tersebut sudah dipecah dan dikavling menjadi 189 sertifikat atas nama sebuah perusahaan pengembang properti.

Sumber: