DBD Tinggi , 8 Warga Meninggal Tak Tertolong

DBD Tinggi , 8 Warga Meninggal Tak Tertolong

HIMBAU WARGA. Sekdis Dinkes, dr H Edi Susanto meminta kesadaran masyarakat terhadap DBD harus lebih ditingkatkan.--

 

RAKYATCIREBON.ID, CIREBON - Kasus DBD di Kabupaten Cirebon tinggi. Sudah menelan korban. Ada yang sampai meninggal dunia. Miris sekali. Harus ada upaya dilakukan oleh Dinas Kesehatan , segera memberikan tindakan. Selain penyadaran kepada masyarakat, juga langkah tepat, mengurangi angka kematian.

 

Sebut saja misalnya, di Desa Pangkalan Kecamatan Plered. Disana terdapat peningkatan kasus selama kurun waktu dua minggu terakhir. Yakni sebanyak 9 kasus. Tapi, ketika dihitung sejak Januari, sebanyak 14 kasus positif DBD disana.

 

Beda dengan di Plered, di Kecamatan Mundu, baru-baru ini, terdapat 9 kasus yang diakibatkan oleh nyamuk aides aegypti itu. Bahkan salah satu diantaranya, sampai ada yang meninggal dunia. Ini menjadi fakta yang tidak bisa terelakkan. Data itupun belum menyeluruh, dipastikan daerah lainnya masih banyak yang belum terlaporkan.

 

Benar saja, kasus DBD di daerah lain pun terus meningkat. Hal itu diakui Sekretaris dr H Edi Susanto. Ia menjelaskan total kasus DBD tahun 2022 sampai minggu ke 24, total kasusnya mencapai 1.099. Tersebar di beberapa kecamatan. Hanya saja, ada lima kecamatan yang kasus DBD nya terbanyak.

 

Ke lima kecamatan itu, meliputi Kecamatan Plumbon, Plered, Weru, Palimanan, Tengahtani. "Dengan total kematian se Kabupaten Cirebon, sampai minggu ke 24 tahun 2022 ini, sebanyak 8 orang," ungkapnya. Edi menambahkan berdasarkan kelompok usia yang rentan terkena DBD diusia 5 tahun sampai 50 tahun.

 

Untuk menuntaskannya, kata Edi, tidak bisa sepenuhnya menyerahkan ke Dinkes. Karena menyangkut lingkungan individu. Harus dilakukan sistem pentehelix. Semua dilibatkan. "Termasuk pihak swasta. Akademisi juga. Harus turut serta. Bukan hanya kita saja (Dinkes,red)," akunya. 

 

Sejauh ini, lanjut Edi, Dinkes sudah melakukan berbagai upaya. Termasuk melakukan sosialisasi penyadaran kepada masyarakat. Bagi Dinkes, DBD ini sudah menjadi program reguler. Setiap tahun, kasus DBD selalu ada. Meskipun disaat pandemi Covid, kasusnya ada. Hanya relatif menurun.

 

"DBD ini kan akan selalu ada. Selama masih ada curah hujan dan kemarau yang tidak menentu. Itu menjadi tempat bersarangnya nyamuk. Makanya, DBD itu masuk program reguler. Kita programkan tiap tahun. Kasusnya dinamis. Kemarin pada saat Covid, kasus DBD turun. Sekarang Covidnya turun, DBD nya naik," katanya. 

 

Ia pun berpesan kepada pemerintahan desa, ketika ada salah satu warganya yang terindikasi positif DBD, segerakan untuk dilaporkan ke puskesmas. Agar dilakukan penanganan. Jangan dibiarkan berlarut-larut. Karena bisa terus menyebar ketika tidak ada penanganan di lingkungan secara tepat. Pemberantasan harus dilakukan sampai ke sarangnya. 

 

"Ketika ingin mendapatkan penanganan dari Dinkes manakala terdiagnosa besar kemungkinan DBD, itu bisa dilaporkan ke puskesmas. Nanti puskesmas akan turun untuk melihat status lokasi tempat tinggalnya. Akan ada tim survei ke lapangan. Untuk melakukan tindakan, apakah itu foging atau lainnya. Itu harus dilaporkan, oleh pihak desa ke puskesmas. Nanti laporannya masuk ke Dinkes. Baru akan ada tindakan, seperti apa yang dibutuhkan berdasarkan hasil diagnosa itu. Prosesnya harus ada usulan dulu dari bawah," terangnya. (zen)

 

Sumber: