Kritik Pemerintah, Wanita di Arab Saudi Ini Dipenjara 45 Tahun

Kritik Pemerintah, Wanita di Arab Saudi Ini Dipenjara 45 Tahun

--

RAKYATCIREBON.ID, ARABSAUDI - Pengadilan Arab Saudi disebut menjatuhkan hukuman penjara 45 tahun terhadap seorang perempuan hanya karena mengunggah konten yang dianggap merusak tatanan di media sosial.

Organisasi pemantau hak asasi manusia (HAM) yang berbasis di Washington, DAWN, menyatakan Pengadilan Kriminal Khusus Arab Saudi telah menghukum Nourah binti Saeed Al Qahtani sekitar pekan lalu.

Momen Tegang China Usir Helikopter AS di Selat Taiwan: Lekas Pergi! "[Qahtani didakwa] menggunakan internet untuk merusak tatanan sosial [Arab Saudi] dan melanggar ketertiban umum dengan menggunakan media sosial," demikian pernyataan DAWN, seperti dikutip Reuters, Senin (30/8).

DAWN mengaku hanya sedikit mengetahui informasi soal Qahtani atau unggahan dia di media sosial. Kasusnya, sementara ini masih dalam proses penyelidikan.

Hukuman terhadap Qahtani muncul setelah Saudi menjatuhkan vonis terhadap perempuan kandidat doktoral Universitas Leeds sekaligus ibu dari dua orang anak, Slama Al-Shehab. Shehab mendapat hukuman 35 tahun penjara karena meretweet dan mengikuti pembangkang dan aktivis di Twitter.

Direktur Penelitian DAWN bagian Negara, Abdullah Al-Aoudh, mengatakan dalam kasus kedua perempuan itu Saudi menggunakan undang-undang kekerasan untuk menargetkan dan menghukum warga karena mengkritik pemerintah di Twitter.

"Tapi ini hanya setengah dari cerita yang ada karena bahkan putra mahkota tak akan mengizinkan hukuman yang menaruh dendam dan berlebihan seperti itu," kata Al-Aoudh.

Ia kemudian berujar,"Jika dia merasa bahwa tindakan ini akan menuai kecaman dari Amerika Serikat dan pemerintah Barat lainnya. Jelas, tidak."

Dalam kasus Shehab, Washington menyatakan keputusan itu telah memunculkan "keprihatinan besar."

Kasus mereka menggarisbawahi tindakan keras terhadap kebebasan pendapat di bawah pimpinan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS).

Hukuman terhadap Shehab dan Qahtani muncul setelah Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, berkunjungan dan menyinggung masalah HAM di Arab Saudi pada Juli lalu.

Kerabat tahanan politik Saudi awalnya berharap kunjungan Biden akan membantu membebaskan orang-orang terkasih yang dipenjara.

Sementara itu, Arab Saudi mengaku tak memiliki tahanan politik.

"Kami punya tahanan di Arab Saudi yang melakukan kejahatan dan yang diadili pengadilan kami dan dinyatakan bersalah," kata Menteri Luar Negeri Adel al-Jubeir kepada Reuters, Juli lalu.

Ia kemudian berujar, "Gagasan bahwa mereka akan digambarkan sebagai tahanan politik adalah konyol."

Catatan soal HAM dari AS terhadap Arab Saudi menambah ketegangan di antara mereka.

(isa/bac/rakcer)

Sumber: