Pengambil Air dari 9 Mata Air Bukan Orang Sembarangan, Silaturahmi Kerajaan

Pengambil Air dari 9 Mata Air Bukan Orang Sembarangan, Silaturahmi Kerajaan

TURUN TEMURUN. Yayasan Talaga Manggung menggelar tradisi Nyiramkeun benda pusaka peninggalan leluhur, di Desa Talaga Wetan Kecamatan Talaga, Senin (12/9). HASANUDIN/RAKYAT CIREBON--

RAKYATCIREBON.ID, MAJALENGKA - Ritual “nyiramkeun” benda pusaka kerajaan Talaga Manggung kembali digelar di Museum Talaga Manggung, Desa Talaga Wetan Kecamatan Talaga, Senin (12/9). Kegiatan itu dihadiri ratusan warga dari berbagai daerah yang ingin menyaksikan proses pencucian benda-benda peninggalan kerajaan tersebut.

“Nyiramkeun” berasal dari kata Sunda yaitu siram. Ritual seperti ini merupakan kekayaan budaya dan kearifan lokal di wilayah Talaga demi melestarikan benda-benda peninggalan kerajaan Talaga Manggung.

Nyiramkeun dilaksanakan secara turun temurun oleh Yayasan Talaga Manggung, keluarga keturunan Kerajaan Talaga Manggung di setiap hari Senin pada tanggal belasan bulan Safar. Air untuk pencucian benda-benda pusaka tersebut berasal dari 9 sumber mata air (Ci Nyusu) yang diambil oleh kuncen menggunakan tempat penyimpanan yang berasal dari bambu kuning.

Kegiatan tersebut diawali dengan kirab budaya yang menampilkan simbol ratu kerajaan Talaga Manggung. Kirab dilakukan dari Kantor Kecamatan Talaga menuju Museum Talaga Manggung yang berjarak kurang lebih 300 meter.

“Kegiatan ini sudah berjalan ratusan tahun sebagai warisan budaya yang sudah biasa dilakukan oleh para leluhur. Intinya untuk silaturahmi keluarga besar Kerajaan Talaga dengan masyarakat,” ujar Teten, salah satu anggota keluarga besar Kerajaan Talaga Manggung, Senin (12/9).

Teten menjelaskan, kegiatan nyiramkeun wajib dilaksanakan pada tanggal belasan di hari Senin bulan Safar. Sebab, waktu tersebut merupakan waktu Raden Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umum masuk Islam hingga waktu meninggalnya Sunan Talaga Manggung.

“Kegiatan ini selalu dilakukan pada hari Senin atau di Bulan Safar di tanggal belasan. Masuk Islamnya Raden Rangga Mantri atau Prabu Pucuk Umum terjadi di hari Senin bulan Safar dan meninggalnya Sunan Talaga Manggung terjadi juga di hari Senin bulan Safar,” ucapnya.

Nyiramkeun sendiri merupakan kegiatan membersihkan artefak peninggalan Kerajaan Talaga Manggung yang disimpan oleh keturunannya. Sementara air yang digunakan menyirami benda-benda pusaka tersebut sendiri diambil dari 9 mata air yang terdapat dari bekas wilayah Kerajaan Talaga Manggung.

Ada ratusan benda pusaka yang dirawat dan dicuci dalam kegiatan ini. Untuk pengambilan air dari 9 mata air sendiri dilakukan menggunakan wadah bambu kuning. 9 lokasi mata air tersebut yaitu Gunung Bitung, Situ Sangiang, Cikiray, Wanaperih, Lemahabang, Regasari, Ciburuy, Cicamas, dan Nunuk.

“Sedangkan, orang yang bertugas untuk mengambil air suci tersebut bukan orang sembarangan. Melainkan para kuncen atau juri kunci dari masing-masing tempat mata air,” jelas dia.

Sementara Bupati Majalengka Karna Sobahi mengatakan nyiramkeun pusaka sudah menjadi agenda rutin setiap tahun. Dia berharap, ucapara adat ini bisa menjadi daya tarik tersendiri untuk dunia pariwisata di Kabupaten Majalengka.

“Kami senantiasa mendorong dan mendukung pengembangan pelestarian kebudayaan serta pemanfaatan kebudayaan khususnya di sektor Pariwisata,” kata Karna yang hadir langsung dalam kegiatan tersebut. (hsn/pai)

Sumber: