Harmonisasi Peran Penegak Hukum dalam Pemberantasan Korupsi di Majalengka

Harmonisasi Peran Penegak Hukum dalam Pemberantasan Korupsi di Majalengka

Kejaksaan Negeri Majalengka menahan seorang tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) sebesar Rp1,9 miliar di Perusahaan Daerah Sindangkasih Multi Usaha (PDSMU) milik Pemkab Majalengka.--

 

Sedangkan, SD (kepala Desa) juga melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp85.767.500 karena tidak menyalurkan dana bantuan ADD pada tahun 2016 tahap I sesuai dengan proposal pengajuan dan daftar rencana penggunaannya.

 

Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap kedua tersangka ini diketahui jika modus yang dilakukan dengan menggunakan proposal fiktif.

 

Keduanya memberikan proposal untuk menyalurkan bantuan dana desa pada 2016 Tahap II dan III serta dana bantuan Infrastruktur perdesaaan Tahun 2016 di Desa Cigaleuh dari anggaran sebesar Rp546.833.460. Namun, dalam pelaksanaannya, tersangka tidak menyalurkan seluruhnya dana yang diperoleh.

 

Sebagai orang pertama kali yang mengalami pemeriksaan alur penggunaan keuangan di tingkat desa, waktu itu AN tentu saja merasa ketakutan. Namun, petugas yang memeriksa, memastikan dan memberikan motivasi bahwa jawaban harus jujur. Jika terlibat atau tidak, harus dijawab apa adanya. Alasannya, jawaban yang jujur dan tepat akan menentukan siapa otak korupsi di tingkat desa tersebut.

 

“Saya katakan apa yang saya ketahui. Dalam pemeriksaan itu, saya menjawab lebih banyak tidak tahu,” ujarnya.

 

Ia mengaku ke petugas polisi maupun kejaksaan, bahwa sebagai sekdes, hanya diberi tahu oleh kepala desa, besaran uang yang masuk mau digunakan untuk pembangunan di salah satu lokasi.

 

Sementara rinciannya, tak pernah melihatnya dalam kertas tertulis. Detail penggunaan uang itu juga tak pernah terucap dari kepala desa. Meskipun seorang sekdes, lagipula semua uang di desa tidak di tangan sekdes.

 

Bersyukur dalam pemeriksaan itu, AN menjawab sama persis dengan keterangan yang ia sampaikan di kepolisian maupun kejaksaan. Ia dinyatakan tidak terlibat sehingga ia pun tidak masuk dalam jeruji penjara.

 

“Saya dinyatakan tak terlibat. Namun pengalaman itu tak pernah saya lupakan. Karena saya harus bolak balik menjalani pemeriksaan dari desa ke kota,” ungkapnya.

 

Selama proses tersebut, Ia mengaku menguras banyak waktu dan melelahkan. Juga mengganggu pekerjaannya di desa. Tapi panggilan itu harus dipenuhi untuk memberikan keterangan resmi.

 

Sekretaris desa lain masih di wilayah Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, DS (42 tahun)  juga pernah mengalami pemeriksaan tentang alur penggunaan dana desa. Dimulai dari datangnya surat dari pihak kepolisian. Kemudian, datang dari Kejaksaan dalam kurun waktu satu minggu. Yang dia ingat, waktu itu tanggal 19 Februari 2019.

 

Namun ada juga dari institusi lainnya. DS harus menjelaskan tentang apapun yang diketahuinya terkait penggunaan dana desa yang ia ada dalam lingkaran tersebut.

 

“Saya katakan kepada petugas, polisi maupun Kejaksaan, bahwa saya tidak tahu tentang penggunaan dana desa itu. Semua uang, kata bendahara desa juga, uang itu dipegang oleh kuwu, uang tidak ada di bendahara,” ujarnya.

 

Bendahara yang dimaksud, yang minta nama maupun inisialnya tak disebutkan mengatakan, sebagai bendahara desa, jabatan kerennya di tingkat desa itu hanya terpampang di struktur organigram desa tempatnya bekerja.

 

Namun, jika menyangkut wujud uang dan penggunaannya, bendahara itu sama sekali tak memegangnya, juga tak mengetahui detail penggunaan uang yang telah dicairkannya bersama kepala desa. 

Sumber: