Problematika Pinjol Dikaji Bahtsul Masail (BM) Akbar se-Jawa-Madura Pinjol Ilegal Haram Secara Mutlak

Problematika Pinjol Dikaji Bahtsul Masail (BM) Akbar se-Jawa-Madura  Pinjol Ilegal Haram Secara Mutlak

Konferensi Pers, Problematika Pinjol Dikaji Bahtsul Masail (BM) Akbar se-Jawa-Madura. FOTO : IST/RAKYAT CIREBON--

RAKYATCIREBON.ID, CIREBON - Kecanggihan tekhnologi, memudahkan segalanya. Tanpa terkecuali, dalam hal permodalan. Tawaran pinjaman online (Pinjol) bermunculan, menawarkan berbagai kemudahan. Tak perlu syarat yang memberatkan.

Bagi yang benar-benar membutuhkan fresh money, dan ribet dengan seabrek persyaratan saat memproses permodalan di perbankan, tentu tawaran Pinjol sangat menggiurkan. Buktinya banyak yang sudah memanfaatkannya.

Lalu, bagaimana sih sebetulnya Pinjol dilihat berdasarkan kacamata fiqih? Bahtsul Masail (BM) Akbar se-Jawa-Madura yang menjadi rangkaian Haul KH Muhammad Sa'id atau Mbah Sa'id Pondok Pesantren (Ponpes) Gedongan, Kabupaten Cirebon pun membedahnya.

Wakil Ketua LBM PWNU Jawa Barat, KH Nanang Umar Faruq menjelaskan, terkait tema problematika pinjol yang dibahas Komisi A, ada beberapa pertanyaan dan telah dikaji secara mendalam oleh para peserta BM.

Petanyaan pertama, kata dia, apa akad yang terjadi dalam kasus pinjol dan bagaimana hukumnya. Jawabannya, akad pinjol diperinci sebagai berikut.

Satu, pinjol dengan system pemberian modal usaha, maka termasuk akad mudlarabah (bagi hasil) dengan syarat keuntungannya ma’lum (jelas dan diketahui) berdasarkan nisbat/ prosentase, bukan dengan menentukan nominal.

Dua, pinjol syariah dengan system pembiayaan berbasis tekhnologi dengan memposisikan uang sebagai alat tukar (bukan komoditi), maka diperinci menjadi beberapa bagian.

Yakni, komoditi yang ditransaksikan bersifat maushuf fi dzimmah (pemesanan barang dengan menyebut spesifikasinya). Misalnya belum wujud saat terjadi transaksi, maka termasuk ba’i dain biddain (menjual hutang dibeli dengan hutang) yang dilarang.

Selanjutnya, komoditi yang ditransaksikan bersifat mua’yyan (ditentukan). Misalnya terang  KH Nanang, sudah wujud saat terjadi transaksi, maka diperbolehkan dengan pola akad ba’i bittaqsith (pembelian dengan pembayaran diangsur).

"Atau ijarah muntahiyah bittamlik (akad sewa yang berakhir dengan pemberian hak milik) yang diperbolehkan menurut sebagian ulama muta’akhhirin," katanya.

Tiga, kata dia, pinjol konvensional dengan system pembiayaan berbasis teknologi dengan memposisikan uang sebagai komoditi. Maka tidak diperbolehkan karena termasuk akad utang yang mengandung riba atau qardl bisyarthi jarri naf’in lil muqridl.

"Catatannya, pinjol yang dilakukan secara ilegal hukumnya haram secara mutlak karena melanggar aturan pemerintah dan banyak merugikan konsumen," terangnya.

Lalu apa alternatif yang tepat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pinjol. Jawabannya ada beberapa alternatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Antara lain, mendorong masyarakat agar memaksimalkan pinjol yang sesuai aturan syariat.

"Dan, mendorong developer pinjol syar’i agar menurunkan nilai profit yang mereka dapatkan agar tidak memberatkan masyarakat," katanya.

Dan, optimalisasi dana CSR yang dipungut dari perusahaan atau instansi sebagai modal pinjol yang sesuai syariat.

Lalu langkah apa yang tepat yang harus dilakukan pemerintah terkait pinjol? Jawabannya, langkah yang tepat bagi pemerintah adalah, menertibkan dan menindak tegas segala praktik pinjol ilegal atau yang tidak berizin OJK.

"Kemudian mendorong dan memasyarakatkan praktik pinjol syar’i bagi warga muslim. Menetapkan regulasi yang berpihak secara maksimal kepada praktik pinjol syar’i dan ekonomi syariah secara umum," pungkasnya. (zen)

Sumber: