Prof Dr Ir KH Mohammad Nuh: Sosok Kiai-Teknokrat, Intelektual, dan Negarawan di Pucuk Pimpinan Syuriah PBNU
Prof Dr Ir KH Mohammad Nuh DEA, sebagai Katib Aam Syuriah PBNU yang baru. FOTO: IST/RAKYAT CIREBON--
Oleh: KH Imam Jazuli Lc MA*
PENGURUS Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU baru-baru ini menetapkan Prof Dr Ir KH Mohammad Nuh DEA, sebagai Katib Aam Syuriah PBNU yang baru. Keputusan ini diambil dalam rapat gabungan Syuriah dan Tanfidziyah PBNU di Jakarta pada 13 Desember 2025.
Penunjukan ini disambut baik oleh berbagai kalangan, mengingat rekam jejak Prof Nuh yang kaya akan pengalaman. Baik sebagai kiai, akademisi, birokrat, maupun aktivis organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Prof Nuh, lahir di Surabaya pada 17 Juni 1959, merupakan "arek Suroboyo" asli yang tumbuh dalam lingkungan agamis. Ayahnya, KH Muchammad Nabhani, adalah pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Gununganyar Surabaya.
BACA JUGA:Respon Memanasnya Dinamika Internal PBNU, Forum Pengasuh Pesantren Ciwaringin Keluarkan Maklumat
Maka tidak heran, dari kecil Prof Nuh tumbuh dengan basis kitab kuning. Latar belakang ini membentuk karakter dan pemahaman keagamaannya yang mendalam sejak dini.
Statusnya sebagai gus dan seorang anak kiai juga tidak menghalanginya untuk mengejar pendidikan formal di jalur sains dan teknologi. Sehingga kesuksesannya di bidang akademik, hingga rektor, perguruan tinggi negeri bergengsi seakan "menutupi" lingkungannya berasal, yaitu pesantren.
Ia menamatkan pendidikan sarjana (S1) Teknik Elektro di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pada tahun 1983.
Kecemerlangannya di bidang akademik membawanya meraih gelar Master (S2) dan Doktor (S3) dari universitas bergengsi di Prancis, yakni École Centrale de Nantes.
Kombinasi unik antara tradisi pesantren dan keunggulan intelektual modern inilah yang menjadi kekuatan utamanya, menjadikannya sosok yang mampu menjembatani diskursus keagamaan dan tantangan zaman.
BACA JUGA:KH Imam Jazuli, Apresiasi Prestasi Mantan Ketum PBNU, Ini 7 Prestasi Gus Yahya
Prof Nuh dikenal luas saat menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dan kemudian Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) atau Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Selama masa jabatannya di kementerian, ia menorehkan sejumlah kebijakan strategis yang berdampak langsung pada komunitas Nahdliyin, khususnya dalam bidang pendidikan.
Beberapa kontribusi signifikan diantaranya adalah, pertama, mendorong pendirian Universitas Nahdlatul Ulama (UNU). Sebagai Mendikbud saat itu Prof Nuh memfasilitasi dan memberikan izin pendirian sejumlah Universitas Nahdlatul Ulama di berbagai kota di Indonesia.
Inisiatif ini bertujuan untuk memperkuat sumber daya manusia (SDM) di lingkungan NU dan meningkatkan akses pendidikan tinggi bagi warga Nahdliyin.
Kedua, pencetus beasiswa LPDP bagi santri. Ia berperan besar dalam merintis dan mengalokasikan program beasiswa, termasuk melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), yang dapat diakses oleh para santri dan lulusan pesantren untuk melanjutkan studi ke jenjang S2 dan S3, baik di dalam maupun luar negeri.
Ketiga, inisiator program moderasi beragama, terutama di lingkungan NU. Prof Nuh secara konsisten mendorong penguatan program moderasi beragama melalui kebijakan pendidikan nasional, sejalan dengan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama'ah yang diusung NU.
Sebelum diangkat sebagai Katib Aam, Prof Nuh telah aktif dalam struktur PBNU sebagai salah satu Rais Syuriyah, posisi yang memberikannya pemahaman mendalam tentang dinamika internal dan arah kebijakan strategis organisasi.
Penunjukan Prof Nuh sebagai Katib Aam Syuriah, posisi tertinggi kedua setelah Rais Aam, dinilai sangat tepat. Peran Syuriah adalah membina, mengawasi, dan mengendalikan jalannya organisasi sesuai dengan keputusan dan khittah NU.
Dengan latar belakang pendidikan dan politiknya, Prof Nuh memiliki kapasitas untuk menjalankan tugas tersebut. Pengalamannya di bidang pendidikan akan sangat relevan dalam mengawal arah kebijakan pendidikan NU.
Sementara pengalamannya di ranah politik dan birokrasi memberikannya keahlian manajerial dan kepemimpinan yang dibutuhkan untuk mengelola organisasi sebesar NU.
BACA JUGA:Polarisasi Internal PBNU Memanas, Klaim Dukungan “Kiai Sepuh” Dinilai Benturkan Otoritas Syuriah
Kombinasi antara keilmuan agama, keahlian teknis, dan pengalaman kepemimpinan menjadikannya sosok yang sangat komunikatif. Beberapa kali penulis bersyukur bisa komunikasi secara langsung. Bahasanya cair dan visioner.
Karena itu, penulis sangat optimis Prof Nuh memegang amanah dan peran sentral dalam menjaga marwah dan mengarahkan strategi PBNU ke depan, memastikan NU terus memberikan kemanfaatan yang lebih besar bagi umat dan bangsa. Wallahu'alm bishawab. []
* Penulis adalah Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, sekaligus Pengurus PBNU periode 2010-2015
Sumber: