Konflik Timur Tengah jadi Sorotan Sektor Jasa Keuangan

Konflik Timur Tengah jadi Sorotan Sektor Jasa Keuangan

MITIGASI. Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Cirebon, Fredly Nasution memaparkan, regulator jasa keuangan telah menyiapkan langkah mitigasi terhadap dampak konflik Timur Tengah. FOTO : SUWANDI/RAKYAT CIREBON--

CIREBON - Konflik Timur Tengah jadi sorotan serius pelaku dan regulator sektor jasa keuangan. Eskalasi konflik yang memasan dikhawatirkan berdampak buruk pada stabilitas keuangan nasional.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Cirebon, Fredly Nasution memaparkan, regulator jasa keuangan telah menyiapkan langkah mitigasi terhadap dampak konflik Timur Tengah.

Hal itu didapat melalui Rapat Dewan Komisioner Mingguan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Rabu (17/4/2024). Dapat rapat itu, OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga.

"Hal itu didukung oleh permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang manageable sehingga mampu menghadapi peningkatan tensi geopolitik global," kata Fredly.

BACA JUGA:Ini 13 Nama Yang Masuk Radar PDIP, Ada Tiga Tokoh BUMD Hingga Direksi Radar Group

Namun demikian, lanjut Fredly, OJK mencermati perkembangan terkini di Timur Tengah dan dampaknya terhadap kinerja intermediasi dan stabilitas sistem keuangan nasional ke depan.

Di tengah peningkatan ketidakpastian tersebut, OJK menilai fundamental perekonomian terjaga baik, terlihat dari pertumbuhan yang terjaga di kisaran 5 persen, inflasi yang berada di rentang target Bank Indonesia (BI).

Kemudian neraca perdagangan yang masih mencatatkan surplus, cadangan devisa yang memadai, serta masih tersedianya ruang fiskal. 

"Sampai dengan Februari 2024, eksposur Lembaga Jasa Keuangan (LJK) secara langsung terhadap Kawasan Timur Tengah relatif terbatas," katanya.

BACA JUGA:Tiga Tokoh BUMD Ambil Formulir Penjaringan Bacawalkot PDIP

Surat berharga dengan penerbit dari Timur Tengah yang dimiliki perbankan domestik hanya sebesar Rp1,3 triliun atau 0,06 persen dari total surat berharga yang dimiliki perbankan, sementara asuransi dan Perusahaan Pembiayaan tidak memiliki surat berharga dengan penerbit dari Timur Tengah. 

Sementara itu di pasar saham, nilai kepemilikan saham investor dari Timur Tengah tercatat sebesar Rp65,73 triliun atau sekitar 2 persen dari total nilai kepemilikan saham investor non-residen. 

Kepemilikan LJK (pengendali) oleh investor di Timur Tengah tercatat hanya di perbankan dengan asset share sebesar 0,1 persen dari total aset perbankan.

Ke depan, buffer untuk mempertahankan stabilitas sistem keuangan di tengah potensi eskalasi konflik di Timur Tengah dinilai masih cukup memadai.

Sumber: