Seminar Nasional Prodi Hukum Keluarga Bahas Kontroversi Pasal 103 PP No 28/2024
--
CIREBON – Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, yang juga dikenal dengan Cyber Islamic University (CIU), mengadakan Seminar Nasional bertema “Kontroversi Pasal 103 PP No. 28 Tahun 2024 Tentang Penyediaan Alat Kontrasepsi Bagi Pelajar dan Remaja.”
Seminar ini mendapat perhatian besar dari kalangan akademisi dan praktisi hukum, mengingat tema tersebut tengah menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Selasa, (24/09/2024).
Seminar menghadirkan para narasumber terkemuka, yakni Prof. Dr. H. Ahmad Kholik, M.Ag, Guru Besar Sosiologi Hukum Islam dari UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, dr. Hj. Siti Maria Listiawaty, M.M., Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon; dan Hj. Fifi Sofiah, Ketua KPID Kabupaten Cirebon. Seminar ini dimoderatori oleh Dr. H. Akhmad Khalimy, SH. M.Hum., dan dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai program studi di Fakultas Syariah serta para dosen dan pimpinan fakultas.
Dekan Fakultas Syariah, Dr. Edy Setiawan, dalam sambutannya menekankan pentingnya kegiatan ini sebagai media bagi mahasiswa untuk memahami isu-isu hukum terkini.
“Kegiatan ini sangat penting untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa tentang Undang-Undang yang baru terbit dan bagaimana merespon pasal tersebut dengan pemahaman yang kritis dan ilmiah,” ujar Dr. Edy Setiawan.
Pasal 103 Ayat (4) huruf e PP Nomor 28 Tahun 2024 yang berbunyi: “(4) Pelayanan Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: (a) deteksi dini penyakit atau skrining; (b) pengobatan; (c) rehabilitasi; (d) konseling; dan (e) penyediaan alat kontrasepsi,” menjadi sorotan utama dalam seminar ini. Pasal ini dianggap kontroversial karena menyebut penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja, yang kemudian menuai perdebatan di tengah masyarakat.
Prof. Dr. H. Ahmad Kholik, M.Ag menyampaikan bahwa pasal tersebut memiliki beberapa dampak dan menimbulkan berbagai penafsiran. Menurutnya, pasal tersebut:
Menjadi kontroversial karena memiliki tafsir yang multitafsir (tekstual dan kontekstual).
1.Memasuki wilayah moral dan etika masyarakat Indonesia yang religius.
2. Menunjukkan perbedaan paradigma teori pidana antara Islam dan Barat, di mana dalam Islam pasal ini dapat dimaknai sebagai legalisasi perzinahan.
3. Dari perspektif nilai, moral value memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan pasal-pasal hukum.
4. Tidak sesuai dengan pandangan hidup masyarakat Indonesia yang religius, sehingga penerapannya perlu dikaji ulang.
“Pemerintah harus lebih bijaksana dan memahami bahwa dari sudut pandang Islam, pasal ini dapat dianggap melegalkan perzinahan. Meskipun tujuannya adalah memberikan layanan kesehatan, namun pasal ini berpotensi disalahartikan,” tegas Prof. Ahmad Kholik.
Hj. Fifi Sofiah, Ketua KPID Kabupaten Cirebon, juga menyoroti dampak sosial yang mungkin timbul akibat implementasi pasal ini. “Situasi anak-anak Indonesia saat ini sudah memprihatinkan, banyak yang mengalami penyalahgunaan dan kekerasan.
Sumber: