Masjid Agung Majalengka Ikuti SE Menag

Masjid Agung Majalengka Ikuti SE Menag

RAKYATCIREBON.ID - Sebagian besar pengurus masjid di Kabupaten Majalengka mulai mengikuti Surat Edaran Menteri Agama (Menag), soal pembatasan penggunaan alat pengeras suara atau toa di masjid saat ibadah termasuk pelaksanaan salat Jumat.

Meski demikian, tidak sedikit pula pengurus DKM yang mengabaikan dan tetap menggunakan pengeras suara luar lebih dari 100 disable dengan durasi lebih dari 10 menit. Pengurus DKM beberapa masjid di Majalengka misalnya, tetap menggunakan pengeras suara luar bahkan untuk shaf solat tidak menerapkan pembatasan jarak termasuk masker dan lainnya.

Mereka beranggapan SE Menag hanya tepat diterapkan di wilayah perkotaan yang masyarakat majemuk. Sementara untuk masyarakat di pedesaan yang notabene warganya muslim, persoalan pengeras suara tidak dipermasalahkan. Demikian seperti yg diungkapkan Ibrahim kepada Rakcer, Jumat (25/2).

Sementara di Masjid Agung Al Iman Majalengka, DKM langsung menerapkan SE Menag saat pelaksanaan salat Jumat. Pengeras suara di masjid yang berada di kawasan alun-alun itu hanya bersuara 5 menit sebelum azan berkumandang.

Bahkan lantunan pembacaan ayat suci Aquran dari pengeras suara luar yang biasanya terdengar pun kini sepi, dan baru sekitar 5 menit sebelum pelaksanaan Jumatan terdengar lantunan Alquran.

Selain soal adzan dan pembacaan ayat suci Al quran, pelaksanaan khutbah Jumat juga hanya menggunakan pengeras suara dalam dengan materi khutbah yang singkat, ringkas namun padat.

Dani Aziz Sudiana, imam Masjid sekaligus Ketua Humas DKM Masjid Agung Al-Imam Majalengka mengatakan, hal itu dilakukan sesuai surat edaran Menag.

“Disini pelaksanaan Jumatan menyesuaikan dengan SE Menag, dan perlu dipahami jika sebagai muslim tentunya kita juga harus toleran pada saudara kita yang nonmuslim,” ujarnya.

Namun penggunaan pengeras suara di daerah perkotaan dan pedesaan juga berbeda. Pasalnya untuk pedesaan kondisinya berbeda dengan di kota, sehingga DKM bisa menyesuaikan dengan keadaan dan kebiasaan warga setempat.

“Mungkin kalau di desa, orangnya itu-itu saja dan sudah apal. Jadi biasa, tetapi beda lagi di kota yang individunya lebih memiliki tujuan yang beragam,” terang Aziz.

Adapun aturan ini tertuang dalam surat edaran Nomor SE 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola. (pai)

Sumber: