Nominal Kenaikan UMK Sakiti Pekerja

Nominal Kenaikan UMK Sakiti Pekerja

RAKYATCIREBON.ID – Surat Keputusan (SK) Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) tahun 2022 sudah ditetapkan. Di Kabupaten Cirebon ada kenaikan, namun angkanya sangat kecil. Hanya Rp10 ribu. Wajar saja, para pekerja terus berontak dan menggelar unjuk rasa berulang kali.

Pasalnya, meskipun ada kenaikan, tetapi tidak sesuai eskpektasi para pekerja. Lebih tepatnya, malah menyakiti hati para pekerja. \"Betul. Sangat menyakitkan. Nilai Rp10 ribu sangat tidak sebanding dengan kenaikan harga pangan di tahun depan. Jomplang. Kasihan buruh,\" kata Anggota DPRD Kabupaten Cirebon, Moch Ghofur Akbar, Kamis (9/12).

Kendati demikian, daerah tidak bisa berbuat banyak. Karena yang menetapkan bukan daerah. Melainkan Provinsi Jawa Barat. Ada dasarnya, yakni Undang-undang (UU) 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kemudian UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah RI No 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

Selain itu, ada juga surat Menteri Ketenagakerjaan RI, kemudian rekomendasi besaran penyesuaian nilai upah minimum kabupaten/kota dari 27 bupati dan walikota seluruh Jawa Barat, juga berita acara Dewan Pengupahan.

Artinya, Pemda tidak bisa memutuskan sepihak. Meski begitu, pihaknya mendorong nanti untuk dibahas di internal Komisi IV DPRD. Agar Pemda bisa bersikap. Karena efeknya tidak hanya akan diterima para pekerja. Tapi juga daerah. \"Daya beli akan meningkat. Etos kerja para pekerja pun dipastikan meningkat pula,\" kata dia.

Pria yang juga ketua Fraksi NasDem itu pun memahami, kondisi pandemi memberatkan semua pihak. Termasuk pengusaha. Tapi, kenyataannya kenaikan harga, harus dijadikan barometer pula. “Acuan untuk menentukan kebijakan. Biar semuanya nyaman,” kata dia.

Transparansi pengusaha mengenai kemampuan perusahaannya saat ini, sangat diperlukan. Bila buruh mengetahui kondisi perusahaan, kata dia, maka tuntutan kenaikan upah disesuaikan dengan keadaan perusahaan. Konsekuensinya, pihak buruh harus dapat memberikan insentif yang menguntungkan bagi perusahaan. Misalnya melalui peningkatan produktivitas.

Kenaikan upah yang tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitas, justru membuat daya saing semakin lemah dan merugikan buruh. Karena akan membuka peluang pengurangan tenaga kerja. \"Kesadaran tersebut harus dibangun oleh kedua belah pihak, agar tercipta hubungan sinergis antara pengusaha dan buruh,\" pungkasnya. (zen)

Sumber: