Fasilitas Umum Minim Aksesibilitas Difabel
RAKYATCIREBON.ID – Setiap 3 Desember, diperingati sebagai hari Disabilitas Internasional. Peringatan itu, sebagai cara mempromosikan hak dan kesejahteraan penyandang disabilitas disemua bidang masyarakat.
Di Kabupaten Cirebon sendiri, angka penyandang disabilitas cukup banyak. Bahkan, spekulasinya, bisa sampai 60 orang per desanya. Tentu angka yang cukup fantastis. Itu, sesuai dengan yang disampaikan Ketua Forum Komunikasi Difabel Cirebon (FKDC), Abdul Mujib, Jumat (3/12).
Namun sayang, keberadaan difabel masih dipandang sebelah mata. Faktanya, aksesibilitas di fasilitas umum masih minim. Karena, kata dia, berbicara aksebilitas, tidak hanya soal bidang miring saja. Karena disabilitas beragam.
Bidang miring, tentu, tidak berguna bagi tunarungu wicara. Misalnya saja, kata dia, ketika mereka ingin melakukan cek kesehatan. Tapi, mayoritas puskesmas maupun rumah sakit, tidak menyediakan papan informasi secara tertulis.
“Ini kasus yang kami alami. Ambil contoh dari yang tunarungu wicara saja. Disana (Pusekesmas dan Rumah sakit, red) tidak ada fasilitasnya. Ketika teman saya datang mengantar istrinya yang hendak melahirkan. Ia kebingungan. Daftarnya gimana. Padahal, sudah diloket pendaftaran. Kendalanya, karena petugas tidak faham dengan yang disampaikan,” terangnya, kemarin.
Untungnya, ada petugas satpam yang bisa diminta tolong dengan memaksimalkan media telephone. Satpam itulah yang membantu mendaftarkan. Persoalannya, tidak selesai disitu. Saat dilakukan pemanggilan, cukup lama, tidak ada panggilan. Pdahal sudah tidak ada pasien lainnya.
“Dia pun menanyakan kepada petugas. Ternyata kata petugasnya sudah dipanggil dari tadi. Ya benar saja. Namanya tunarungu wicara, ada panggilan pun ngga bakalan tau. Karena ngga dengar. Ngga sampe pesannya. Nah ini perlu. Fasilitas itu disediakan,” terangnya.
Selain itu di kantor Dinas Sosial (Dinsos), sering kali berlalu lalang kalangan disabilitas. Bidang miring disana, kata dia memang tersedia. Tapi terlalu curam. Sering terlihat hanya sebatas pemantas saja. Karena aksebilitas malah tertutupi pot bunga. Nyaris tidak terlihat.
“Saya katakana banyak yang tidak faham. Aksesibilitas itu seperti apa. Ya jelas saja, karena pada saat perumusan bidang miring saja, kami tidak pernah dilibatkan. Jadi tidak ada masukan. Katanya itu untuk kami. Tapi, tidak standar atau sesuai dengan harapan teman-teman disabilitas,” katanya.
Pun juga dirumah-rumah ibadah. Hampir mayoritas tidak ada. Seperti di Masjid Sumber misalnya. Aksesnya menyulitkan disabilitas. Tempat wudhu tidak refresentatif. Bahkan kata dia, pintu masuknya saja, di gembok. “Itu menyulitkan buat kami yang memakai kursi roda,” tegasnya.
Selain itu, FKDC pun kerap mendapat undangan untuk menghadiri acara di Pemda. Seringkali acaranya diadakan di lantai dua. Padahal, untuk menjangkaunya, bagi disabilitas tidak memungkinkan. Karena, sejauh ini, belum ada aksebilitasnya. “ Mereka tidak memikirkan, yang diundangnya siapa. Harusnya faham dong, kami sulit menjangkaunya,” akunya.
Kang Mujib--sapaan akrabnya mengaku sejauh ini belum pernah melakukan audiensi dengan pemerintah (eksekutif, red). Mengajukan sudah. Tapi belum pernah mendapat balasan. Pun demikian dengan legislatif. Padahal, isu disabilitas kerap rame disetiap momentum pemilihan umum (Pemilu). Tapi, sejauh ini belum ada yang memiliki komitmen berpihak pada disabilitas.
“Kita belum pernah melakukan komitmen apapun dengan pihak manapun. Padahal, aturan dari pusatnya sudah bagus. Ada UU no 8 tahun 2016. Kemudian ada PP dan Perpres juga. Di Jabar, sudah ada Perda Disabilitas. Tapi di Kabupaten Cirebon belum ada,” katanya.
Saat ini, baru ada satu desa se Kabupaten Cirebon yang sudah mengakui Disabilitas. Yakni Desa Kendal Kecamatan Astanajapura. Sudah ada Perdes. “Kami selalu berusaha untuk bisa menjangkaunya. Salah satunya melalui desa percontohan. Desa ramah disabilitas. Kita dorong desanya memiliki Perdes. Terkait partisipasi disabilitas. Baru Desa Kendal saat ini,” pungkasnya. (zen)
Sumber: